"Mas, apa harus seperti ini?"
Kiko mengekor Ankaa yang berjalan menuju pendopo. Dia melirik beberapa abdi dalem inti yang kembali ke bangunan staf rumah tangga Pananggalih. Mereka berjalan sambil bercakap dengan raut wajah yang biasa saja dan nampak tidak terkejut sama sekali dengan keputusan yang dibuat oleh keluarga Pananggalih.
"Ini bukan keputusan dadakan, Dek. Ini adalah plan B nya bapak dan ibu. Jangan khawatir."
"Jadi bapak dan ibu sudah membaca pergerakan para pemegang saham akan seperti ini?"
"Iya. Kurang lebih seperti itu."
"Kalau...mereka lalu mempersulit kalian nanti?"
Ankaa tersenyum dan mengulurkan tangannya. Kiko duduk terhempas di samping pemuda itu dan membisu.
"Kami tidak akan mati gaya, Dek."
"Pak Abimanyu..."
"Dia menyukai permainan ini. Itu saja. Dia orang yang baik tapi dia menyukai sesuatu yang rumit."
"Dengan keluar dari rumah sakit apa tidak berarti kita kalah dari Pak Baco, Mas?"
"Tidak ada kalah dan menang, Dek. Ini adalah...wisdom nya bapak dan ibu yang tidak mau bekerja di bawah tekanan orang seperti Pak Baco. Mereka tidak akan terlibat dengan sesuatu yang sejak awal tidak benar."
Kiko menelan ludah kelu dan Ankaa justru menyalakan televisi dan bertahan di tayangan discovery channel. Pandangan mata Kiko ikut tertuju pada layar televisi namun isi kepalanya terasa riuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Dia melirik Ankaa yang serius menatap layar yang menayangkan kehidupan beruang kutub di musim panas. Tangan pemuda itu menepuk-nepuk bahunya lembut.
"Harus bicara dengan siapa kalau sudah seperti ini? Dan kenapa Mas Ankaa justru terlihat biasa saja? Dia mencintai pekerjaannya tapi seperti tidak patah hati saat harus melepasnya." Kiko membatin kata-katanya dan menepuk-nepuk bibirnya dengan jari telunjuknya.
"Tidak perlu bicara dengan siapapun. Bapak dan ibu minta kita anteng."
Kiko menoleh dan lamunannya buyar. Dia menatap Ankaa dengan pandangan horor karena merasa seakan Ankaa bisa membaca pikirannya. Ankaa yang ditatap tertawa lepas.
"Aku bukan manusia yang bisa membaca pikiran, Dek. Cuma, kamu pasti akan melakukan itu kalau tidak Mas larang. Oh...bukan...bukan Mas yang melarang tapi Ibu Gemintang. Takut kan?"
"Ooh..." Kiko mengusap wajahnya dan berusaha menguasai dirinya. "Ibu suri sudah bertitah. Apa yang bisa aku lakukan?"
"Hahhahaha..." Ankaa tertawa terbahak. "Betul. Kalau ibu sampai ngambek...susah."
Kiko mengangguk-angguk mengerti. "Mereka...apa tidak mau bulan madu kemana gitu, Mas?"
Kiko menunjuk ke arah Mas Ilman dan Mbak Dida yang duduk di bangku taman. Pengantin baru itu seperti tengah terlibat pembicaraan penting dan wajah mereka terlihat serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."