"Urus sendiri lah Mbak..." Kiko menggeram lirih dan berbalik menatap Kinanti yang pagi-pagi sudah menyatroni kantornya.
"Kemarin kan kamu yang urus."
"Kan urusan di Polsek bukan menemui pihak yang membutuhkan ganti rugi Mbak. Lagipula aku sibuk ya Allah. Belum sarapan juga ini."
"Ya sudah aku tunggu. Kamu sarapan dulu."
"Haiiish." Kiko kembali berbalik dan menatap Kinanti kesal. "Aku mau ketemu klien Mbak. Coba Mbak telepon Mas Ilman."
"Kamu sudah cerita sama dia?"
"Iya sudah."
"Duh...dia pasti marah."
"Duh Gusti. Mas Ilman tidak marah Mbak. Buat apa juga dia marah? Kalian kan..."
"Aku tunangannya. Dia sedang gila saja sampai seperti ini."
"Mbak tidak ingat sudah mengembalikan seserahan dan cincin pertunangan? Heh? Lupa?"
"Bapak yang melakukan itu, aku kan tidak mau."
"Jadi, kenapa tidak minta diuruskan sama bapaknya Mbak Kinanti masalah ini?"
"Bisa dihajar aku..."
"Memangnya Mak Kinan bocah sampai harus dihajar karena melakukan kesalahan? Lagipula Mbak, tidak seharusnya orang tua menghajar anaknya."
"Banyak omong kamu sekarang ya? Sudah sana makan dulu."
"Aku tidak bisa pergi-pergi Mbak. Klien akan datang jam 9."
Kinanti terlihat menghela napas panjang. "Kamu memang tidak bisa diandalkan."
Bahu Kiko luruh. Eyang Mayang saja yang sering melupakan banyak hal tidak pernah bertindak seperti itu tapi wanita di depannya ini? Kiko menggeleng samar sementara Kinanti mencebik keras dan berbalik sambil sibuk dengan ponselnya.
"Ya Allah...wong ediaaan!"
Kiko mau tidak mau terus menatap keluar, ke arah Kinanti yang menghampiri mobilnya.
"Apa yang ada di otak Mbak Kinanti? Dia kan harus mengambil mobil tapi kenapa dia membawa mobil dari sini? Duh..."
Kiko melemparkan jurnalnya yang sejak tadi dia pegang sambil mengucapkan istighfar berkali-kali. Dia menghela napas lega saat mobil Kinanti terlihat meninggalkan kantornya. Kiko menepuk dadanya dan berpikir bahwa untung saja Mbak Dida belum datang ke kantor. Kalau sudah, tentu Kinanti akan mengubah topik dan tujuannya ke kantor itu dan menyulut pertengkaran.
"Telepon saja Mas Ilman sampai pegal jarinya. Huh." Kiko mencebik pelan. Seandainya Kinanti melakukan hal itu, maka kemarahan yang akan menguasai dirinya sementara Mas Ilman bisa saja sedang tidur nyenyak di Griya Bausasran karena ini hari liburnya.
Bukan awalan hari yang menyenangkan. Kiko bahkan harus berjongkok sangat lama di tepi kolam ikan dan melihat ikan-ikan berenang dengan gembira, semata untuk mengembalikan suasana hatinya. Kiko juga melantunkan sholawat berkali-kali demi meredakan rasa kesal di hatinya. Namun tak urung di kepalanya Kiko merangkai puluhan kemungkinan untuk menyadarkan Kinanti dari kegilaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."