Seperti sebuah awalan yang baru. Entah mengapa Kiko merasakan hal seperti itu sejak beberapa hari lalu. Walaupun kenyataannya tidak ada yang istimewa dan dia juga merasakan dia tetap kehilangan sesuatu yang istimewa, tapi entah mengapa perasaan itu menyeruak tanpa diminta ketika dia membuka mata.
Sang pawang sudah bekerja dengan sangat baik. Kiko menahan tawa ketika melihat Ibunya mencebik lirih. Hubungan Ibunya dengan Ibu tirinya mungkin akan selamanya seperti itu. Terlihat seperti sebuah permusuhan yang akhirnya tidak memiliki makna apapun di penghujung hari. Keduanya sudah menjadi terbiasa dengan tabiat masing-masing. Terutama Dian Agni yang bersikap biasa saja ketika Mayang Pratiwi terlihat hanya menurut pada Banyu Biru yang adalah suaminya.
Mayang Pratiwi sudah kembali ke Griya Bausasran yang artinya, pemantik peperangan sudah berada di tempatnya. Banyu Biru berhasil membujuk wanita itu untuk kembali ke Griya itu. Sesuatu yang tidak memerlukan effort yang besar sebenarnya karena tanpa harus banyak mengeluarkan kata-kata, Mayang Pratiwi akan begitu saja manut pada Banyu Biru. Wanita itu seakan menganggap ucapan Banyu Biru adalah doa dan titah yang harus dia kerjakan atau dia akan mendapatkan hal buruk kalau ingkar.
Kiko mencium pundak Ibunya lembut kemudian meregangkan tubuhnya. Pagi itu dia yang akan membantu Eyangnya mandi. Sesuatu yang akhir-akhir ini tidak bisa dia lakukan karena dia yang sangat sibuk.
Dan sibuk memindahkan Eyangnya dengan lifter dari kamar mandi ke kamarnya, Kiko memberikan sentuhan akhir minyak wangi pada Eyangnya yang sudah bersih. Dan dia menghela napas pelan ketika melihat minyak wangi dalam genggaman tangannya. Sebuah kenyataan membuatnya menelan ludah kelu. Minyak wangi itu Ankaa yang membelikan karena Eyangnya menyukai aromanya saat Ankaa memakainya.
Kiko meletakkan minyak wangi itu perlahan ke meja rias. Dia lalu menarik laci dan memilihkan perhiasan. Eyangnya tidak pernah menolak atau mengeluarkan protes pada apapun pilihannya jadi dia memilihkan sebuah cincin bermata hijau dengan desain simpel.
"Kamu putus sama Ankaa?"
Kiko tidak menghentikan kegiatannya memilih dengan hati-hati salah satu gelang Eyangnya. "Tidak." Kiko menjawab singkat. Dia lalu memakaikan sebuah gelang dengan warna senada dengan cincin. "Putus atau tidak kan harus ada akadnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."