"Maafkan Om sudah membuat kacau."
Ankaa tertawa sumbang. "Tidak apa-apa. Kiko memang punya ketakutan itu yang sedikit menyulitkan. Dan dia merasa bahwa salah satu kewajibannya adalah mengurus apapun yang terjadi pada keluarganya."
"Huum. Tetap saja, aku merasa tidak enak."
"Om Garin kan sudah bicara dengan Paklik dan Bulik, jadi sepertinya, tidak masalah. Kiko membaik dengan cepat. Justru..." Suara Ankaa mengambang dan dia menatap Om Garin lekat. Pria itu mendongak menetapnya. "...saya khawatir dengan keselamatan Om Garin."
"Itu bukan masalah besar."
"Tentu saja itu masalah besar, Om. Mereka mulai melakukan kekerasan. Dimulai dari penganiayaan pada Mas Ilman dan penculikan pada Kiko."
Ankaa menatap Om Garin yang akhirnya mengangguk. Pria itu terlihat merenung dan dari wajahnya, Ankaa bisa melihat bahwa di balik kekuatan pria itu, Om Garin sudah lama sekali menyerah pada hidupnya. Mungkin dia terlihat tidak apa-apa, tapi sejatinya, pria itu adalah pemilik kesepian yang sebenarnya.
"Selama Teh Mayang aman, Mas Banyu dan Mbak Agni masih mau menerimanya sebagai keluarga, rasanya tidak ada lagi yang Om inginkan di dunia ini. Om tidak mungkin meninggalkan kewajiban Om pada anak-anak didik Om di sini jadi Om akan hati-hati."
Ankaa mengangguk dan menghembuskan napas samar. Dia tidak bisa membuka pembicaraan tentang usulan Tante Ninda terkait Om Garin yang sebaiknya meninggalkan kota itu dan berganti identitas. Itu mungkin hal yang baik, tapi ketika Ankaa berbicara mendalam dengan pria itu seperti sekarang, usulan Tante Ninda jelas bukan hal yang akan dilakukan oleh pria seperti Om Garin.
"Baiklah. Mungkin memang harus seperti ini jalannya? Kita harus tetap berhati-hati Om. Dan mungkin pertemuan-pertemuan kita kan terjadi secara rahasia." Mereka berdua tertawa dan memilih kembali menyesap teh pagi di sebuah kedai bubur.
"Kamu benar. Kita sebaiknya lebih waspada karena Sanusi Baco tentu tidak akan diam saja."
"Menurut Kiko, penculikan itu tidak ada hubungannya dengan Sanusi Baco." Ankaa merunduk. Nyatanya, mereka harus menambah porsi teh mereka pagi itu karena pembicaraan yang mereka lakukan kembali serius.
"Perpecahan mungkin sudah dilakukan oleh Darmono Jati. Pria itu lebih waras mengenai semua harta haram Sanusi Baco dibandingkan dengan pemegangnya. Beberapa minggu menyusup, aku sudah bisa membaca bahwa suatu hari Darmono Jati akan bergerak sendiri."
Ankaa mengangguk ketika Om Garin dengan segera mengerti arah pembicaraannya. "Dia tidak mungkin membuka kedoknya tentang penculikan itu pada majikannya, tapi kita harus tetap waspada."
"Kamu benar. Perpecahan itu mungkin sedang terjadi dan kacung itu terlalu banyak tahu dan diberikan kekuasaan yang sangat longgar oleh majikannya tapi tetap saja, dia orang yang loyal. Semua yang dilakukannya bisa dipastikan adalah untuk melindungi tuan dan hartanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Roman d'amour"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."