"Gempar pasti hafal daerah sini."
Ankaa berbisik lirih pada Kiko dan mereka terus melangkah mengikuti rombongan orang yang tiba-tiba saja berhenti di sebuah tempat dan membawa wanita yang diyakini oleh Kiko sebagai Lanjar Nastiti, memakai sebuah tandu.
Kiko menatap sekelilingnya sambil terus berjalan. Dia oleng dan Ankaa segera memegang lengannya. Jalanan yang mereka lalui adalah jalan setapak dan lebarnya tidak lebih dari dua meter. Jalanan setapak itu nampak seperti jalan yang biasa dilalui orang dengan ilalang dan pepohonan lebat di kanan dan kirinya.
Ankaa menarik Kiko menepi dan mereka berjongkok di balik ilalang.
"Ada apaaa..." Kiko berbisik sambil menarik pinggang kemeja Ankaa. Pemuda itu menepuk lengannya yang digigit nyamuk lalu memberi kode agar Kiko tenang dengan meletakkan telunjuk ke bibirnya.
"Mereka ke arah mata air ga sih?" Ankaa seperti berkonsentrasi mendengarkan bunyi-bunyian di alam itu. Gemericik air memang terdengar dari kejauhan. "Tapi setahu Mas tidak ada air terjun besar di daerah ini."
"Kita lihat saja, Mas."
"Bahaya." Ankaa menggeleng. "Tunggu di sini ya..."
"Tidak mau." Kiko menjawab cepat dan beranjak. "Ayo kita lihat bareng, Mas. Takutnya mereka makin jauh dan tidak berhenti di sekitar sini." Kiko melompat ke jalan setapak lagi membuat Ankaa bergegas mengikutinya. Tangannya terulur menarik Kiko agar berjalan di belakangnya. Mereka terus melangkah dan akhirnya terhenyak menepi lagi ketika melihat di kejauhan beberapa orang terlihat beraktifitas tidak wajar.
"Mata air dari atas bukit itu ya Mas?"
"Iya." Ankaa menekan kepala Kiko dan mengajaknya berjongkok. Tubuh mereka terhalang ilalang dan mereka menyibak ilalang itu demi bisa melihat ke bawah. Ke sebuah mata air yang menganak sungai kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."