"Terlalu mencolok tidak sih kalau di sini?"Mereka merunduk. Walaupun di dalam mobil, nyatanya mereka memiliki insting detektif secara alami.
"Tidak Mbak. Banyak mobil di depan." Ankaa menunjuk deretan mobil yang terparkir di sepanjang jalan di depan warung nasi soto. Dan mereka baru saja berbalik arah lagi ke utara ketika nyaris saja terlewat informasi dari Mas Ilman kalau Bapaknya Kinanti berkunjung ke rumahnya.
"Kecil kemungkinan di bawa ke rumah Banguntapan, Mbak. Di sana lumayan ramai dengan saudara-saudara nya Pak Sanusi Baco dari pihaknya."
"Tahu darimana, Dek?"
"Mbak Kinanti pernah bilang. Dan pas acara pertunangan itu?"
"Huum..."
Kiko menatap Mbak Dida yang mengangguk-angguk. Mereka kembali menatap kejauhan. Rumah pertanian masih sunyi. Dari balik spion mereka juga belum menemukan mobil mencurigakan yang akan berbelok ke area itu.
Kembali menunggu. Kiko menyesap kopinya dan menoleh ke belakang ke arah Ankaa yang sibuk dengan sebuah teropong. Alis Kiko bertaut.
"Mas bawa teropong dari rumah?"
"Tidak. Sudah ada di mobil." Ankaa menepuk jok di sampingnya dan mengedipkan mata. "Ke sini..."
"Tidak mau." Kiko menjawab cepat dan itu membuat Mbak Dida tertawa. "Mas kira Mbak Dida sopir?"
Ucapan Kiko membuat Mbak Dida tertawa tertahan lagi. Mungkin dia merasa bahwa Kiko dan Ankaa sering melakukan hal konyol untuk sebuah masalah sepele. Dia tentu menyadari mereka berdua saling menjahili ketika bertemu.
"Mbak Dida tidak keberatan. Ya Mbak..." Ankaa terus berusaha.
"Keberatan dong...memangnya Mbak sopir?"
"Halaaah...Dek kamu kan pacarnya Mas. Bukan pacar Mbak Dida. Sini..."
"Tidak mau. Issh...pemaksaan." Kiko mencebik dan menatap Ankaa dengan ujung matanya. Pemuda itu balik menatapnya dengan tatapan aneh. "Mesum..." Kiko bergumam sangat pelan namun Ankaa yang berhasil menterjemahkan gerakan bibir Kiko tertawa keras.
"Hahahaha..."
Kiko berbalik menatap ke arah jalanan dengan kesal. Mereka membeku ketika Ankaa berbisik. "Mobilnya Pak Baco."
Fokus Kiko segera tertuju pada sebuah mobil SUV hitam yang melintas lambat di samping mereka dan berhenti sejenak sebelum berbelok ke arah rumah pertanian.
"Mbak Kinan terlihat sangat tenang kok. Dia malah tersenyum dan mengobrol dengan Bapaknya." Ankaa merinci apa yang bisa dia tangkap dari dalam mobil Sanusi Baco yang melintas. Untuk waktu yang sedikit, teropong di tangan Ankaa ternyata membantu sangat banyak.
"Kita tunggu sebentar lagi. Siapa tahu ada pergerakan dari dalam. Mbak pikir, menyatukan mereka dalam satu tempat jelas tidak mungkin kan?" Mbak Dida memegang erat kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."