Bagian dua puluh satu [M]

764 74 23
                                    

Selamat membaca 💜
.
.
.
.
.

Jimin dengan telaten membersihkan sisa-sisa sprema miliknya sendiri yang meleleh dari dalam hingga ke bagian luar paha Seonmi. Perempuan itu mengeluh risih dan tidak nyaman, jadi Jimin bisa apa? Mau tidak mau ia yang harus bangkit untuk menyelesaikan apa yang sudah ia perbuat. Namun, tidak bisakah Seonmi membuatnya lebih normal? Eum ... yang dimaksud Jimin kali ini adalah posisi tidur perempuan ini. Tidakkah pose tubuh polos Seonmi yang terlentang dengan kedua kaki mengangkang lebar itu sangat berbahaya? Apalagi ditambah keadaan rambut panjang yang acak-acakkan serta mata sayu menyorot lurus ke arahnya, sangat memprovokasi.

Jangan lupakan bagian perut yang kelihatan sedikit buncit, membuat perempuan dua puluh delapan tahun itu terlihat sangat menggoda. Sial! Jimin bangun lagi. Seonmi memang sengaja menantangnya.

"Kau sengaja!"

"Apa?"

"Kau menantangku, 'kan?"

"Apa kau bercanda? Tentu saja tidak. Aku hanya sedikit merasa lengket, lalu kau yang menawarkan diri untuk membersihkannya."

"Baiklah-baiklah, berhenti membuat ekspresi seperti itu?"

"Seperti apa?"

"Seperti ini," ujar Jimin seduktif. Pria itu tidak memperagakan bagaimana ekspresi Seonmi, melainkan berbuat yang lain. Jimin kembali mengungkung Seonmi, tangannya menangkup kedua payudara perempuan itu sembari memberikan pijatan lembut. Melelehkan bibir tebalnya lagi di puncak cokelat Seonmi yang masih sekeras batu.

"Ah, Jimin ... seperti itu. Dari kemarin terasa gatal, pakailah gigimu sedikit."

"Benarkah?"

Seonmi mengangguk pelan. Jemari kurusnya menyelinap masuk ke sela-sela rambut panjang Jimin untuk menenggelamkan kepala pria itu lebih dalam juga menyalurkan gairah yang meletup-letup. Jimin menggertakkan gigi-giginya. Sungguh! Seonmi yang terlihat sangat rapuh ini membuat Jimin semakin ingin menguasai perempuan itu, ingin menjadikan Seonmi miliknya, seutuhnya.

"Kalau begitu aku tidak mau," cetus Jimin yang mengundang tatapan tajam Seonmi.

"Ke-kenapa?"

"Aku ingin balas dendam." Seonmi mengernyit heran.

"Tadi siang. Aku sudah bangun dari tadi siang saat pertama kali datang," imbuh Jimin misterius.

"Seingatku, kau belum tidur sama sekali, dari tadi siang," tebak Seonmi polos. Jimin menegakkan tubuhnya.

"Wahhh, Jin Seonmi! Kau sungguh tidak tahu, apa pura-pura polos?"

Seonmi berpikir keras. Mengingat-ingat apa yang terjadi tadi siang. Saat mereka makan bersama, Jimin yang terlihat sangat lelah, dan Jimin sudah bangun dari tadi siang? Apa maksudnya itu? Ah, ya! Baju itu. Piyama satin yang ia pakai tadi siang. Seonmi merasa konyol karena baru menyadari arti dari kata 'bangun' yang Jimin maksud. Perempuan itu lantas tersenyum asimetris.

"Itu aku memakainya karena memang sedang rindu ... sudahlah," ucap Seonmi mengalihkan.

Jimin memutar bola matanya jengah. "Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Seonmi!" sergahnya sembari memilin puting Seonmi sedikit lebih keras.

"Akh! Aku memakai baju itu karena sedang ingin. Apa itu salah?"

"Ah, masa bodoh dengan tadi siang. Aku akan menghancurkanmu sekarang."

Lagi-lagi Seonmi menahan dada bidang Jimin yang akan kembali menyerangnya. Tanpa mengucap sepatah kata untuk menjelaskan maksud dari pergerakannya, Seonmi membawa ujung telunjuknya untuk menyusuri permukaan kulit Jimin yang lembut namun keras. Berhenti di atas tato sudahlah(NEVERMIND) dan menambahkan semua jemari untuk menari di sana. Jimin mendongak menahan geram. Jemari Seonmi terasa seperti sapuan bulu lembut yang menggelitik.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang