Bagian lima belas

439 81 24
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

Sudah hampir lima menit berlalu, dan Jimin masih mengekori Seonmi layaknya seekor anak itik ke mana pun perempuan ini pergi. Mengisi ulang minuman kaleng di lemari pendingin, mengelap meja dapur, dan terakhir mencuci lap-lap kecil serta beberapa celemek. Tidak sekali pun ada gerak-gerik Seonmi ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan si pria Kang itu. Jimin seperti transparan. Sampai akhirnya Jimin memutar paksa tubuh Seonmi menghadapnya dan seketika terheran sebab ekspresi perempuan ini sungguh terlewat santai.

Netra keduanya beradu. Jimin melihat Seonmi sama pucatnya dengan Hajoon. Perban yang melilit kepala hingga ke satu mata yang sebelumnya buta itu membuat Jimin sedikit iba, lantas mengendurkan cengkramannya pada bahu Seonmi dan berdeham canggung.

"Jimin-ssi, apa yang kau lakukan?"

Rasa iba itu mendadak luntur dan diganti dengan rasa ingin mengumpati Seonmi berbagai macam sumpah serapah sebab ekspresinya yang mengejek, namun Jimin urungkan saat Seonmi menggerakkan dagu seolah memberi isyarat padanya bagaimana Hajoon menatap penuh tanda tanya apa yang sedang dilakukannya. Seonmi mengulas senyum asimetris pada Jimin dan akhirnya mengambil kesempatan itu untuk menghindar perlahan.

Sambil kembali memutar tubuh guna melanjutkan acara mencucinya, Seonmi terkekeh pelan.

Kali ini aku tak akan mengalah, batin Seonmi senang.

"Bukankah kau sudah cuci tangan, heum? Hampiri Hajoon, dan bantu dia melepas perbannya. Aku akan menyusul, oke?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku," cecar Jimin dengan bisikan dari belakang telinga. Seonmi menoleh, wajah mereka hanya berjarak lima sentimeter. Seonmi meneguk ludahnya secara kasar. Jimin terlihat ... tampan. Seperdetik kemudian Seonmi menggelengkan cepat kepalanya, lalu menggeser tubuh Jimin ke samping.

"Hei, boy! Setelah membuka perban, kau bisa bermain dulu dengan papa. Mama akan siapkan kue yang tadi kita beli untuk merayakan mata baru kita."

"Yess, Mama. Hajoon suka main sama papa."

"Seonmi-ssi," lirih Jimin lagi sembari meraup tangan Seonmi yang terasa dingin karena air.

"Pergilah Jimin. Hajoon sudah menunggumu."

Jimin menghela napas sejenak sebelum akhirnya memutuskan keluar area dapur untuk menghampiri Hajoon. Jimin bertekuk lutut, mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi badan Hajoon. Urusannya dengan Seonmi memang harus diselesaikan secepat mungkin, namun Hajoon ... Jimin juga tidak tega mengecewakannya. Jimin itu gampang luluh jika dihadapkan dengan problematika anak-anak.

"Aku akan membantumu melepas perban ini. Bisa kau menghadap depan?" tanya Jimin lembut yang langsung dibalas dengan anggukan manis dari Hajoon.

Jimin mengurai perban yang melilit kepala Hajoon dengan begitu telaten. Dengan gerakan pelan namun pasti, sampai terbuka sepenuhnya.

"Jangan terburu-buru membukanya, kau harus santai. Kornea matamu masih harus menetralisir cahaya yang akan masuk."

"Menetralisir itu apa, Papa?" tanya Hajoon. Pria kecil itu memperlambat suara pada kata menetralisir sebab baru pertama kali mengejanya. Membuat seutas senyum terbit di wajah Jimin ketika mendengarnya.

"Bagaimana, ya? Anggap saja matanya masih harus bersiap-siap," papar Jimin lembut.

"Kornea itu apa, Papa?"

"Ssssttt, Papa akan jelaskan nanti. Sekarang Hajoon harus mempersiapkan mata Hajoon untuk melihat dengan lebih jelas dibanding sebelumnya."

Hajoon merapatkan bibir dengan mata yang masih tertutup.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang