Bagian tiga puluh tiga [M]

791 70 28
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

Ada yang belum follow saya?
Yuk, di-follow dulu 😌

Kang Jimin tidak tahu, sejak kapan badannya merasakan suasana dingin yang teramat saat memasuki sebuah toserba. Pria ini hidup di bawah udara AC setiap hari, tapi entah mengapa kali ini tubuhnya tidak dapat berkompromi. Ia merasa menggigil, atau ... tidak.

Bukan suhu AC yang membuat Jimin kedinginan. Mungkin tatapan dari orang-orang di sekitarlah penyebabnya. Kenapa? Apa ada yang salah? Jimin bertanya-tanya dalam benak. Ia mengekori Seonmi yang sedang memilih barang-barang sembari bersedekap.

"Lihatlah pria tua zaman sekarang. Kebanyakan dari mereka adalah pedofil, mengencani gadis-gadis dengan iming-iming uang!" Jimin bergidik ngeri. Tentu orang-orang itu tidak berani melontarkan kata-kata demikian secara lantang. Mereka saling berbisik sembari melirik Jimin nyalang. Ya Tuhan, tolong! Jimin merasa sorot mata mereka seperti ingin mengulitinya hidup-hidup.

"Seonmi-ssi!"

"Ya, Paman?" Mata Jimin melotot lebar. Seonmi mengedipkan sebelah matanya. Sial! Seonmi terlihat menggemaskan diaaat yang menjengkelkan. Lagi-lagi Jimin membathin, Ekspresi apa itu? Apa dia juga mendengar apa yang dikatakan orang-orang? Apa dia sengaja?

"Paman suka pakai busa cukur yang mana? Ini atau ini?" Jimin mencebikkan bibir. Benar, Seonmi sengaja sekali.

Perempuan itu terkekeh geli. Berjalan menuju kasir, melakukan pembayaran dan mereka akhirnya keluar dari sana. Sebelum menyalakan mesin mobil, Jimin mencondongkan badan ke arah Seonmi sebab tampak kesusahan memasangkan sabuk pengaman.

Tentu saja posisi mereka yang terbilang intim membuat Seonmi merasakan gelenyar aneh dalam tubuhnya. Embusan napas Jimin terasa menyapu permukaan leher jenjang Seonmi. Tubuh ibu satu anak itu menegang, jemarinya bergerak resah memilin benang-benang model robekan di bagian lutut celana jeans yang ia kenakan.

"Haishhh! Sabuk ini sudah rusak," desah Jimin sambil mendengkus pelan. Seonmi membuka pejaman matanya dengan hati-hati. Lantas mengedip pelan manakala wajah Jimin hanya berjarak beberapa sentimeter tepat berada di depan wajahnya.

"Sepertinya awwh, akh-"

Lebih parah, lebih berbahaya dan lebih intim. Seonmi tidak tahu apakah Jimin sengaja. Masalahnya adalah tangan pria itu menekan tombol untuk merendahkan sandaran kursi yang Seonmi duduki, sehingga secara reflek wajah Jimin jatuh menempel tepat di atas dada Seonmi. Tangan pria itu juga menjadikan perut Seonmi yang telanjang sebagai tumpuan. Konyol, posisi yang sangat konyol.

"Ji-jiminh-ssi, apa y-yang kau lakukan?"

"Harum," gumam Jimin.

"Apa?"

"A-apa? Oh, astaga! Maaf, tunggu aku akan memperbaikinya."

Keadaan berubah canggung di sepanjang perjalanan. Tidak ada satu pun dari keduanya meloloskan sepatah kata. Ya, tragedi yang sangat tidak terduga. Mereka berdua adalah pria dan wanita normal yang saling merindu selama bertahun-tahun lamanya. Wajar sekali jika letupan gairah itu muncul kapan saja.

"Sepertinya Hajoon sudah tidur," tebak Seonmi manakala memasuki rumah dan tidak mendapati presensi sang putra di ruang tengah.

"Apa sebaiknya aku pulang saja," celetuk Jimin.

"Lalu apa? Kau mau kabur?"

"Bukan seperti itu, Seonmi. Aku ... tidak ingin membuatnya tidak nyaman."

Seonmi menarik tangan Jimin memasuki kamar miliknya dan mendudukkan pria itu di tepi ranjang.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang