Bagian enam

463 83 6
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.

Hilir mudik pria itu di kamarnya. Ditambah pikiran sudah melayang entah ke mana. Rasa bersalah kian menggerogotinya saat ia memutuskan untuk kembali mencoreng nama baik nenek di hadapan sang ibu.

"Apa kau sudah gila, Jimin? Nenek punya pacar baru? Ah, konyol sekali," monolog Jimin di depan cermin.

Memang benar kata pepatah. Satu kebohongan akan memunculkan banyak kebohongan lain. Entah sudah berapa kali ia mengarang cerita bohong untuk menutupi kebohongan pertamanya tentang Seonmi.

Hatinya melarang, tapi pikirannya seolah berjalan dengan sendiri. Mulutnya pun tampak mengatakan hal-hal dusta tersebut secara spontan. Seperti lubang air darurat di gedung-gedung megah yang menyemprotkan air secara otomatis saat mendeteksi adanya ancaman kebarakan, mulutnya pun tampak mengatakan hal-hal dusta tersebut secara spontan seperti ada alarm di kepalanya.

"Aku harus menyingkirkan gadis itu secepatnya. Ya, benar. Aku harus melakukannya sebelum semua terbongkar dan aku akan mendapatkan masalah yang serius," tegas Jimin.

Tepat saat gagang pintu kamarnya ia tekan ke bawah, kebetulan pula ada Mina yang timbul di baliknya.

"Oppa!"

"Ah, kenapa, kenapa? Ada apa?"

"Kau sedang menyembunyikan sesuatu, 'kan?" sindir Mina sembari menaik-turunkan alisnya menggoda.

"Apa-apaan kau ini? Pergilah belajar!" titah Jimin sambil menutup pintu, namun Mina masih mencekalnya dengan ujung kaki. Gadis tujuh belas tahun itu tampak berususah payah menahan pintu dan dorongan dari sang kakak.

"Heiy, aku tidak percaya kalau nenek punya pacar baru sampai lupa anaknya sendiri. Kau pasti sedang membohongi ibu, tapi kau lupa kalau kau tidak bisa membohongiku," enak Mina.

"Pergilah dan berhenti mengada-ada, oke?"

"Ohoo! Kau mengatakan itu tidak dengan tangan kosong, 'kan, Jimin-ssi?" sergah Mina dengan gerakan tangan seolah sedang menutup resleting di depan mulutnya.

"Jimin-ssi? Berani sekali, kau?!" Jimin berjalan ke tempat tidur, lalu mengambil bantal untuk dilemparkan ke arah Mina. Baru saja bantal itu akan dilayangkan, Mina sudah terlebih dahulu menutup pintu dan bersandar di sana.

"Apa kau menyembunyikan kekasihmu di rumah nenek?" tanya Mina asal. Jimin sontak melotot.

"Tidak bisakah kau bicara pelan-pelan? Ibu bisa saja mendengarmu."

"Uh, jadi benar? Padahal aku asal menebak," ejek Mina.

"Bukan begitu. Haishhh, kau membuatku kacau. Berapa yang kau minta?"

"Lima ratus ribu won?"

"Gila!? Itu pemerasan namanya. Lagi pula, mau kau gunakan untuk apa uang sebanyak itu?" sergah Jimin.

"Baiklah-baiklah, empat ratus delapan puluh lima ribu won."

"Hanya lima ribu won, potongannya? Benar-benar pemerasan."

"... atau aku katakan pada ibu kalau kau berbohong. Tunggu, Oppa! Apa dia secantik aku?"

Dengan mata terpejam, Jimin memijat keningnya sebab merasa pusing buka main. Pria itu terlihat sangat tertekan. Kalau diingat-ingat, Seonmi sama pemeras dan keras kepalanya dengan Mina. Mereka mudah bergaul tapi tetap mempertahankan kesopanan, sama-sama periang namun juga terlalu gamblang dalam segala hal. Sayangnya, baik Mina maupun Seonmi, keduanya terlalu polos dalam beberapa hal meskipun tingkah laku mereka terlihat bagaikan singa betina.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang