Extra part 0.2

154 14 7
                                    

☘️☘️☘️

"Mana boleh seperti itu?"

"Heum?"

"Bom-i sudah besar. Jika adik kecil lahir, susu ibu cuma untuk adik kecil saja, mengerti?"

Kedua alis tipis itu menyatu. Dahinya mengkerut selagi bibir yang mengerucut. Bom-i merasa kesal, tapi demi apapun itu terlihat sangat menggemaskan bagi Jimin sang ayah.

"Kata ibu ... anak yang baik harus berbagi!" sarkas Bom-i lagi, "adik kecil yang baik harus berbagi susu dengan Bom-i."

"Bom-i kan sudah minum susu di gelas. Kalau Bom-i ikut minum susu ibu lagi bersama adik kecil, nanti adik kecilnya kurang kenyang bagaimana?"

Bom-i tersenyum, lalu menggeleng. Jimin langsung menebak-nebak jawaban apa yang akan dikatakan sang putri dengan wajah bangga itu. Perasaannya tidak karuan. Bom-i mirip sekali dengan Seonmi, dua perempuan itu selalu memiliki hal tak terduga yang mengejutkannya.

"Mana mungkin kurang, Ayah. Perut bayi kan kecil, sedangkan susu ibu itu besar. Pasti isinya banyak. Cukup untuk minum dengan Bom-i juga."

Tentu. Opini Bom-i mengenai buah dada Seonmi yang kini ukurannya lumayan besar itu sangat ia setujui. Bentuk tubuh wanita yang telah melahirkan 3x buah hatinya itu kini mulai berubah drastis. Menjadi lebih berisi dan montok.

Padahal dahulu semasa muda, Jimin sempat berpikir jika wanita berbadan berisi itu kurang menarik perhatian. Namun pemikirannya tersebut kini sukses di jungkir balikkan fakta bahwa Seonmi yang berbadan berisi itu justru terlihat seksi di matanya.

"Astaga, Bom-i. Kau membuat ayah ingin mengigitmu," Jimin tersenyum lebar karena gemas. Menampilkan sederet giginya yang tidak begitu rata.

"Tapi ayah ..., di mana ibu?"

"Ibu? Di kamar, sedang istirahat dengan Hajoon oppa."

Bom-i mengangguk paham. Lantas berlari kecil menuju sofa ruang tamu dan menyalakan televisi. Jimin hanya geleng-geleng kepala melihat sang putri yang tanpa ia sadari telah berusia 3 tahun lebih itu. Mengartikan bahwa usianya pun nyaris menyentuh kepala 5.

Pria itu tadinya ingin berlari kecil menyusul Bom-i sebelum akhirnya ia merasakan sedikit nyeri di dada kanan bagian bawah. Lalu urung bergerak cepat dan meminum segelas air mineral dari dapur. Jimin menarik napas dalam. Nyerinya sudah berkurang tapi rasa-rasanya ia mendadak lelah, seolah energinya perlahan terkuras habis.

"Ayah, ibu sudah tidur."

"Benarkah? Syukurlah jika bisa tidur."

"Ayah, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat."

Jimin berdeham guna memecah canggung dan memperbaiki ekspresi. Tangannya terangkat, merangkul sang putra dengan semangat. Senyum tipis ia tampilkan agar Hajoon tidak curiga.

"Apa yang akan terjadi pada ayah jika ada kau di sini, heum? Mau berenang sebentar?"

"Ide yang bagus."

"Asal tidak lupa waktu untuk bangunkan ibumu."

"Ayah benar. Hei Bom-i, ayo berenang!"

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang