Bagian sembilan

483 83 14
                                    

Selamat membaca 💜
.
.
.
.

Sudah hampir tiga puluh menit berlalu dan mobil berwarna hitam itu masih setia terparkir di ujung persimpangan. Pengemudinya tak sedikit pun melepaskan pandangan dari sebuah kedai makan di sebrang jalan. Dia bukanlah seorang detektif yang sedang mengintai, bukan pula penguntit yang terobsesi.

Kang Jimin, ia hanya sedikit penasaran. Wanita yang menjadi obyek rasa penasarannya tak kunjung menampakknya diri. Bukankah Mina bilang meski tidak selalu, Seonmi seringkali berada di kedai pada jam-jam ini. Karena wanita itu baru akan keluar setelah jam jemput Hajoon yaitu jam sebelas siang.

Jimin tidak bermaksud mengorek informasi mengenai Seonmi. Ia hanya bertanya pasal jam berapa ibu dari Hajoon itu ada di kedai karena Jimin terlanjur mengiyakan permintaan sang adik untuk mengembalikan uang yang Seonmi berikan untuk ganti rugi biaya hotel, dan Mina justru menceritakannya secara mendetail.

Kakak Mina itu bahkan tidak tahu, sejak kapan adiknya itu mengenal Seonmi. Bagaimana ia menjadi langganan di kedai Seonmi, juga menjadi sangat tertarik dengan anak dari wanita itu. Saat ia bertanya, Mina hanya menjawab, jika menu ayam goreng lada hitam milik Seonmi seolah mengingatkannya pada seseorang dan itu membuatnya ketagihan.

"Sudah setengah dua belas. Apa wanita itu tidak menjemput anaknya?" monolog Jimin. Matanya bergerak ke sana dan ke sini untuk mencari celah di sela-sela stiker promosi pada tembok kaca kedai Seonmi. Berharap akan menemukan presensi Seonmi walau hanya sekelebat mata, tapi berakhir sia-sia.

Hampir menyentuh tengah hari barulah Jimin memutuskan untuk keluar dari dalam mobil dan menghampiri kedai makan bertuliskan Hajoon's chicken fire. Tangannya membawa sebuah paperbag berwarna cokelat. Merasa lega sebab saat Jimin ke sana, kedai dalam kondisi sepi pelanggan.

"Permisi. Bisakah saya bertemu dengan Nyonya Jeon Seonmi?" tanya Jimin pada salah satu pegawai.

"Maaf, sebelumnya. Ada perlu apa tuan mencarinya?" jawab pegawai wanita itu dengan nada datar usai menyipitkan tatapan matanya penuh selidik pada presensi seorang Kang Jimin.

"Aku perlu berbicara sebentar dengannya."

"Apa kau membawa bunga? Apa itu berisi sebuah cincin? Maaf, Tuan, Nyonya Jin Seonmi sudah punya pacar," sarkas pegawai wanita itu. Jimin mengernyitkan dahi sebab heran.

"Ini hanya berisi uang yang harus kukembalikan padanya."

"Aaa ... kau habis meminjam uangnya? Padahal dilihat dari cara berpakaianmu, kau tampak seperti seorang pengusaha kaya, ya? Ternyata hanya seorang peminjam uang," ejek Seola. Gadis sembilan belas tahun yang bekerja paruh waktu di kedai milik Seonmi.

Mendengar ejekan itu Jimin mengulum bibirnya ke dalam mulut. Berusaha untuk tidak terpancing amarah. Ia memijat keningnya sebentar.

"Nona. Semalam atasanmu meninggalkan uangnya di hotel, aku ke sini karena ingin mengembalikannya," terang Jimin penuh tekanan.

"Tuan, anda jangan kurang ajar. Tidak mungkin Seonmi eonni pergi ke hotel untuk bermalam dengan seseorang!" bentak Seola.

"Siapa yang sudi bermalam dengan atasanmu yang cacat itu, astaga. Sudah-sudah, cepat beritahu aku di mana Seonmi!" paksa Jimin.

Byurr

"Dasar kurang ajar?!"

Seorang pria berpakaian sama persis dengan Seola mengguyurkan seember air ke bagian belakang kepala Jimin. Membuat hampir separuh badannya basah kuyup. Mulutnya ternganga tidak percaya. Lantas menoleh cepat ke arah belakang untuk memeriksa gerangan yang menghakiminya tersebut dengan tatapan tajam.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang