Bagian delapan

477 85 19
                                    

Selamat membaca 💜
.
.
.
.

"Apa kau mau cokelat panas?"

"Tidak perlu, Nona. Terimakasih, sudah repot-repot. Saya akan segera pergi saat hujan reda."

"Kau boleh menginap, Eonni, dan ... tidak bisakah kau berhenti berbicara formal padaku? Kau membuatku merasa tidak nyaman."

"Ya? Oh, maaf. Sudah terbiasa."

"Dimaafkan. Tapi mulai sekarang kau harus bicara santai padaku, oke?"

Gadis itu membuat lingkaran dengan menyatukan ujung telunjuk dan ibu jarinya seiring kelopak mata yang mengerling sebelah. Usai ibu dari Hajoon itu mengangguk untuk memberi jawaban, Mina segera mengambil duduk sejajar dengan Seonmi untuk mencondongkan kepala karena ingin mengintip si kecil Hajoon yang tampaknya masih nyenyak dalam gendongan.

"Bukankah sebaiknya kau berganti pakaian? Kau bisa terkena hipotermia," tanya Mina khawatir.

"Aku sudah terbiasa."

"Aku ingin sekali berkenalan dengannya," celetuk Mina lagi. "Kenapa kau jarang sekali membawanya ke area depan kedai?" lanjutnya dengan gamblang.

"Kurasa itu bukan ide yang bagus saat aku sendiri tengah sibuk di dapur kedai," jawab Seonmi. Wanita itu bahkan tidak menatap Mina saat menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya. Seonmi hanya sibuk menyelimuti Hajoon seraya memandangnya hangat penuh kasih.

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin menyulitkan orang lain karena penglihatan Hajoon yang terbatas. Bisa saja dia akan menabrak sesuatu atau seseorang."

Beruntung gadis Kang itu kembali tepat setelah adegan salah tangkap Seonmi tentang kalimat Jimin yang dipotongnya. Gadis itu mengaku tidak memiliki jas hujan. Karena itulah ia menyarankan untuk Seonmi singgah di kamar hotelnya sebentar. Setelah sedikit perdebatan di lobby. Mau tidak mau akhirnya Seonmi menerima ajakan Mina. Mustahil untuk terus membantah, sebab hujan turun lebih deras dari sebelumnya. Yang Mina katakan juga tidak salah, menerjang hujan dengan membawa Hajoon sama saja menyakiti tubuh pria kecil tak berdosa itu.

Seonmi tidak menghindari Jimin. Pria itu sepertinya tidak memiliki pemikiran yang mencurigakan mengenai Hajoon usai salah paham yang terjadi di antara mereka dan cara pandang Jimin terhadap Hajoon untuk kali pertama, sebab itulah Seonmi merasa lega. Praduganya salah. Untuk sekarang, tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Ia hanya perlu bersikap normal seolah bertemu teman lama. Ya, itu sudah benar.

"Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu sejak lama. Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada mata—"

"Hajoon," sela Seonmi seolah tahu arah pembicaraan Mina.

"Apa?"

"Hajoonlah yang terlahir buta dan aku memindahkan mata sebelahku padanya saat ia berusia dua tahun," papar Seonmi. Seketika Mina merasa atmosfer canggung mulai menyelimuti.

"Maaf, apa aku menyinggungmu?" tanya Mina dengan nada menyesal.

"Tidak sama sekali, Mina-ssi. Kau adalah orang kesekian yang penasaran kenapa kami sama-sama hanya memiliki satu mata yang berfungsi. Karena aku tahu, hal itu sudah cukup lumrah untuk membuat seseorang merasa penasaran." Seonmi mengulas senyum.

Terbesit rasa kecewa dalam benak Mina. Ia pernah berpikir, jika sekali saja ia diberi kesempatan untuk duduk santai dengan Seonmi, ia merasa akan mampu menciptakan suasana hangat di antara keduanya. Terlebih, mengingat Seonmi adalah pribadi yang ramah saat bersama karyawannya, Mina ingin sekali akrab dengan ibu satu anak itu. Namun agaknya yang terjadi sekarang di luar bayangannya. Seonmi bahkan memilih untuk tetap diam seribu bahasa saat Mina berhenti menciptakan obrolan, seolah tidak ingin akrab dengannya.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang