Bagian dua puluh enam

421 73 46
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

"Kau sudah lebih baik?" Namjoon merendahkan oktaf bicaranya.

"Tidak pernah menjadi lebih baik sejak mereka berdua dipertemukan," jawab Namra usai menenggak segelas air mineral yang diberikan Namjoon.

Dokter bermarga Song itu mengigit bibir, berjalan hilir mudik di tengah-tengah ruang tamu apartemen, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil kunci mobil dan duduk di samping Namra.

"Aku akan mengantarmu pulang sekarang, bagaimana?"

"Lalu keadaan pasti akan menjadi jauh lebih rumit setelah kakek mengetahui apa yang telah Jimin lakukan padaku. Kakek akan mencabut investasinya di perusahaan Kakek Kang dan tentu saja memaksaku untuk bercerai dengan Jimin. Aku ...."

"Kau sudah berpikir sejauh itu ternyata."

"Aku tidak ingin bercerai dengan Jimin Oppa, Joon. Aku tidak ingin anak ini lahir tanpa seorang ayah. Kupikir jika aku memintanya baik-baik pada Seonmi unnie, dia akan mau merelakan Jimin oppa pada kami dengan lapang dada."

"Aku sungguh tidak mengira bahwa wanita licik yang kau ceritakan itu adalah Seonmi dan wanita tak berhati yang Seonmi ceritakan adalah kau."

"Sudahlah, Joon. Itu sudah terjadi. Kupikir kau harus segera menghubungi Mina apa yang terjadi pada Seonmi unnie, apa bayinya lahir dengan selamat?"

☘☘☘

Kian banyak yang kini mengelu-elukan senja, tak hayal jika pencari senja akan lebih banyak dari pada fajar umuk timur. Walau senja menghantarkan ke kegelapan, banyak orang yang menyukai indahnya fenomena sore hari penghantar ke gelap malam itu.

Warna langit yang menguning yang kemudian berganti menjadi orange, memerah, hingga sang mentari terbenam dan tak bisa kita lihat lagi pada hari itu. Sama seperti kebahagiaan yang Jimin dapatkan hari ini. Sangat mengagumkan,
mendebarkan, dan tentunya memberi kesan yang tak dapat dilupakan.

Begitu pula Jimin. Lapisan epidermis tubuh bagian atasnya juga merekam dengan jelas rasa hangat yang sempat singgah dari sentuhan kulit setipis kertas, sangat rapuh dan sensitif itu. Isak tangis melengking itu juga masih terdengar jelas dalam gendang telinganya.

Jimin menangis tanpa suara di hadapan  sebuah pusara dengan nisan kosong tanpa nama. Ini semua sungguh berada jauh sekali dari apa yang pernah ia bayangkan seumur hidupnya. Apakah semua ini adalah karma? Sepertinya bukan. Jimin rasa, selama ini ia hanya melakukan apa yang harus dan mampu ia lakukan. Namun, mengapa kebahagiaan seolah selalu menghindar dari hidupnya.

Mengapa sentuhan super lembut yang ia berikan pada bidadari kecil itu tidak mampu membuatnya tetap tinggal? Oh ayolah! Jimin baru saja merasa debaran terhebat pada hatinya kali ini. Ia baru saja merasa sangat bersyukur memiliki Seonmi yang telah berhasil melahirkan makhluk mungil itu ke dunia. Ia baru saja merasa sangat bangga pada luka yang digores dari tajamnya kuku Seonmi saat persalinan akan berlangsung.

"Oppa ... sebaiknya kita segera kembali. Minwoo oppa memberi kabar kalau Seonmi Unni sudah siuman, dan juga ... dia sedang mengamuk, " Mina berujar sangat pelan.

"Lalu setelah itu apa? Seonmi itu mempunyai tempramental yang buruk. Dia tidak akan mendengarkan siapa pun. Yang dia bisa lakukan hanya menyalahkan orang lain," ketus Jimin dengan nada datar.

Perlukah Mina memukul tengkorak kakaknya ini untuk menyadarkan? Ini bukan waktunya egois dan memikirkan buruknya tempramen Seonmi. Apa Jimin mendadak lupa bahwa Seonmilah yang telah mempertaruhkan nyawa demi Hodu.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang