Bagian tiga belas

496 86 20
                                    

Selamat membaca 💜
.
.
.
.
.

Hampir menyentuh pukul sembilan malam ketika Jimin hendak beringsut keluar dari kamar Seonmi setelah memastikannya tidur. Sembari tangan yang bergerak melilitkan handuk merah muda milik Seonmi yang di ambil dari gantungan guna menutupi bagian bawah tubuhnya, sesekali manik mata Jimin menyapu sekitar. Rumah yang terbilang sempit mengingat mobil audi putih yang terparkir di garasi itu bernilai puluhan juta won.

Sampai sini Jimin dapat menyimpulkan alasan kenapa Seonmi sempat merasa kesal saat Mina melarang perempuan itu membayar hotel karena takut ia akan membayarnya dengan cicilan enam bulan. Seonmi tidak kekurangan sama sekali, hanya saja perempuan itu memilih untuk hidup sederhana. Jangan lupakan Minseok, ibu Seonmi yang notabene pemilik kelab malam terkenal di Busan. Penghasilan wanita tua itu bisa saja mencapai puluhan juta won hanya dalam semalam.

"Noona, ada Paman Kang." Jimin memalingkan wajah ke arah sumber suara. Sepersekon setelahnya ia sukses dibuat tercengang. Hajoon, pria kecil itu berdiri di atas pangkuan seorang gadis bersurai sebahu yang bertolak punggung menghadap ke arah televisi. Jantung Jimin berdegup kencang saat menemukan fakta bahwa gadis yang memangku kaki Hajoon di atas sofa tak lain adalah adik kandung Jimin sendiri. Kang Mina.

"Apa wanita itu menggodamu saat ia sedang mabuk?" sindir Mina. Gadis itu masih menatap lurus ke arah televisi yang sedang memutar tayangan anak-anak.

"Mina-ya ...."

"Oppa, apa kau tahu aku sempat curiga saat pertama kali Seonmi Eonni mengumpatimu di rumah sakit," Jimin diam(baca bab bagian delapan)."Seingatku aku tidak pernah memberitahunya marga milik kita, terlebih ia juga menyelipkan kata selalu saja brengsek di akhir umpatan. Seolah Oppa pernah melakukan hal brengsek padanya sebelum pertemuan itu." Mina menahan napas, matanya berkaca-kaca.

"Paman Kang ... mau mandi?" tanya Hajoon polos. Menyela di antara debat serius antara adik dan kakak dari keluarga Kang.

"Oh, hai Hajoon," sapa Jimin. "Kau ... tidak tidur?" tanyanya untuk mengalihkan pembicaraan.

"Hajoon habis kencing, Paman. Terus Hajoon dengar suara aneh dari kamar mama, terus waktu Hajoon mau masuk ada Mina Noona yang menarik Hajoon untuk lihat televisi." Jimin menelan ludah dengan susah payah.

"Oh, begitukah?"

"Ya, Paman. Lihat! Ini film kesukaan Hajoon."

Bolehkah pria Kang itu merasa lega sebab Mina datang di waktu yang sangat tepat? Bagaimana jika pria kecil itu melihat bagaimana ia sibuk menggempur tubuh ibunya?

"Mina-ya ... aku akan menjelaskannya padamu," mohon Jimin seraya melangkah maju. Memungut pakaiannya yang tercecer di sekeliling sofa ruang tamu.

"Jelaskan juga tentang foto ini, Oppa!"

Lagi, Jimin terhenyak ketika melihat ke arah meja yang terdapat selembar foto di samping botol-botol soju milik Seonmi. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Itu adalah foto empat tahun lalu. Foto di mana terdapat ia dan Seonmi yang masih memakai Hwal-Ot, juga ... Nenek Han berhanbok elegan berada di tengah-tengah mereka berdua.

Seonmi masih memilikinya? Bagaimana bisa? Batin Jimin.

"I—itu ... d—dari mana kau mendapatkannya?"

"Itu foto mama dan teman mama di festival tahunan saat mama masih muda, Noona. Tadi Noona sudah bertanya, kenapa bertanya lagi pada Paman Kang?"

Hajoon beringsut dari pangkuan Mina. Mengambil lembaran foto itu dan menunjukkannya pada Mina.

"Ini mama, ini teman mama, dan satunya ini teman mama lagi yang sudah tua," jelas Hajoon. "Mama terlihat konyol dengan bintik merah besar di pipinya ini. Hajoon tidak suka. Jelek sekali, seperti badut," sambung pria kecil itu sambil mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan di bawah dada, ia tidak suka.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang