Bagian dua puluh delapan

414 72 25
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

"Ba-baiklah, Tuan. Terimakasih."

Hajoon berdigik takut. Usai menerima keranjang belanja dari sosok pria aneh tadi, ia pun segera memacu langkah cepat sebab merasa takut. Ibunya bilang dia harus menghindari orang mabuk. Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan tanpa pikir panjang kepada siapa pun.

"Tunggu, Nak! Apa kau punya banyak uang untuk membeli semua itu? Kemarilah, aku akan memberimu uang saku," panggil pria aneh itu lagi sembari merogoh kantong celana hingga beberapa lembar won tampak berhamburan ke lantai. Hajoon tercengang, lekas berjalan mundur beberapa langkah. Orang ini benar-benar aneh-pikirnya.

"Ti-tidak perlu, Tuan. Ibuku masih sanggup membayar ini semua. Nikmati harimu, Tuan."

Akhirnya Hajoon berlari terbirit-birit menjauhi pria tua berpenampilan lusuh itu, Hajoon sampai rela tak mengambil beberapa camilan yang kembali jatuh karena gugup. Usai berhasil sembunyi, ia mencari-cari Seonmi di bagian rak sayur serta buah-buahan. Beruntung Hajoon segera menjumpai sang ibu.

Sedangkan pria aneh itu tampak mematung. Menatap punggung sempit Hajoon yang kian menjauh hingga tenggelam di ujung rak. Dahinya menciptakan lipatan bingung. Lekas mengambil lembaran uang yang berjatuhan dan mendapati sebungkus roti isi selai kacang tak jauh dari ujung kakinya.

"Kenapa kau berlarian, Hajoon? Apa ada masalah?"

"Itu ... ada orang tua gila yang sedang mabuk, Bu. Aku habis menabraknya dan dia malah mengeluarkan banyak uang," terang Hajoon sambil terengah-engah.

Seonmi melotot terkejut. "Apa dia macam-macam padamu? Apa dia memukulmu? Di mana yang sakit? Katakan pada ibu, Hajoon!" Seonmi menghampiri Hajoon dan memutar tubuh pria kecil itu berulang kali untuk memeriksa.

"Tidak ada, Bu. Orang itu tidak menyentuhku sama sekali. Aku langsung lari begitu dia merogoh kantong."

"Hahhh, syukurlah. Ibu pikir dia menyakitimu."

Seusai membeli keperluan bulanan mereka. Hajoon dan Seonmi memutuskan untuk singgah sebentar di taman kota. Sejujurnya itu juga termasuk kebiasaan mereka berdua, yaitu duduk di atas sebuah bangku menghadap danau buatan yang cukup luas dengan menikmati es krim vanilla.

Tak terasa hari sudah mulai petang. Seonmi pun akhirnya mengajak Hajoon pulang sebab sudah merasa lelah. Tak ayal saat mobil yang dikendarai Seonmi baru berjalan setengah jalan, Hajoon sudah terlelap. Ah, pria kecil ini memang mempunyai kebiasaan tidur jika sedang dalam perjalanan dengan kendaraan apa pun.

Seperti halnya perjalanan pesawat yang mereka lalui lima tahun silam. Di saat Seonmi tak henti meneteskan air mata di sepanjang perjalanan menuju Japang, Hajoon justru tidur langsung dalam waktu lima menit setelah lepas landas dan terbangun sesampainya di bandara. Begitu pula saat ia kembali ke Korea tiga tahun lalu. Perjalanan yang hanya memakan waktu tidak lebih dari satu jam dari bandara Incheon sampai ke Suwon masih dijadikan bocah itu kesempatan untuk tidur.

☘☘☘

"Aku ada berita bagus untukmu, Hajoon-ah!" Yang terpanggil lantas menoleh. Menyudahi kegiatan menali tali sepatunya untuk beranjak pulang.

"Apa itu, pelatih Lee?" tanya Hajoon.

"Kau mungkin akan jadi artis." Bocah sembilan tahun itu mengernyit heran.

"Maksudnya?"

"Aku mencarimu setelah kompetisi itu. Kupikir kau akan berada di sana sebentar, tapi ternyata kau langsung pulang."

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang