Bagian dua puluh empat

405 67 54
                                    

Selamat membaca💜
.
.
.
.
.

Lamunan Seonmi buyar. Roket gairahnya seolah gagal meluncur. Ia lantas menggeleng cepat untuk mengusir pikiran-pikiran tidak berguna itu dan membantah, "apa?! Tidak! Aku tidak bilang apa-apa. Kau ingin menemani Hajoon bermain? Pergilah, kenapa masih di sini?"

Jimin melirik Seonmi dari kejauhan saat ia menggantung handuk setelah memakai pakaian. Perempuan dengan perut buncit itu sedang gelisah setelah membantah lalu duduk memunggunginya. Jimin mengutas senyum tipis asimetris. Menggemaskan-bathinnya.

"Kau ingin aku keluar kamar dengan telanjang dada? Sungguh?"

"T—tapi kau sudah berpakaian," sahut Seonmi gugup. Tanpa menoleh ke belakang tentunya. Matanya bergerak ke sana dan kemari dengan gelisah. Kesenyapan tampak menyelimuti keduanya.

"Nghhh, kau sedang apa?" desah Seonmi saat tiba-tiba merasakan bagaimana napas Jimin berembus lembut di belakang daun telinganya. Ia menggenggam erat ujung piyama dress yang ia kenakan sampai kusut. Memejamkan mata juga ia lakukan untuk meredam gairah yang kembali di ujung tanduk.

"Sebelum bermain dengan Hajoon, Aku ingin mengunjungi Hodu dahulu. Apa kau ... keberatan?"

Seonmi menoleh ke belakang. Memandang Jimin penuh harap, penuh damba dan juga napsu. Lantas jemari lentiknya menangkup pipi Jimin dan memasukkan daging merah merekah di bawah hidung itu untuk dilumatnya dengan kasar. Jimin sampai kehilangan keseimbangannya dan menjadikan sandaran kursi menjadi tumpuan.

"Rasamu seperti kimchi," ujar Seonmi pelan. Jimin sedikit terkejut, ia menjauhkan wajahnya dari wajah Seonmi.

"Benarkah? Masih bau kimchi? Padahal aku tadi sudah gosok gigi."

Seonmi terkekeh. "Aku hanya bercanda, kau terasa lezat."

"Makan aku! Kau sudah mengunci pintu, 'kan?"

"Belum."

"Aku bisa dimarahi ibumu lagi."

Jimin berucap seraya melangkahkan tungkainya ke arah pintu untuk menguncinya. Saat ia membalikkan badan, ia sudah mendapati Seonmi di atas ranjang sambil berusaha melepas satu persatu kancing teratas cardigannya.
Jimin tertegun, pria itu mengira Seonmi hanya sekadar bermain-main saja. Namun siapa sangka jika ibu hamil ini benar-benar sedang ingin. Jimin merasakan dadanya berdebar sangat kencang. Keringat dingin bercampur sisa-sisa air tampak mengaliri pelipisnya.

"Oh! Tunggu Seonmi-ah," cegah Jimin. Pria itu lekas mengambil duduk di ranjang sembari menghentikan aktifitas Seonmi.

"Ya, ada apa?"

"Kau yakin? Maksudku, kupikir kau hanya bercanda."

"Kau tidak mau?" tanya Seonmi selagi memandang Jimin dengan ekspresi bingung.

"A—aku pasti mau, tapi lihatlah Hodu kita! Dia sudah membuatmu merasa tidak nyaman bukan? Kalau melakukan itu kau akan menjadi lebih tidak nyaman," Jimin mencoba memberi pengertian. Seonmi memutar bola matanya jengah.

"Kau merasa aku direpotkan oleh kehamilan ini? Kau tidak suka aku hamil lagi? Kau tidak menginginkan Hodu?" tuduh Seonmi.

"Tidak. Astaga! Bukan itu maksudku, Seonmi-ssi." Jimin terkejut. Itu sama sekali bukan maksudnya. Kenapa Seonmi tiba-tiba berpikir ia seburuk itu?

"Lihat! Kau bahkan memanggilku secara formal lagi," sindir Seonmi sambil membuang muka.

"Kenapa kau tidak mengerti juga apa yang kumaksud Seonmi. Kau lebih dewasa dari Namra, seharusnya kau bisa mengendalikan emosimu lebih baik dari Namra?!"

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang