Bagian dua

645 118 5
                                    

Selamat membaca 💜
.
.
.
.

Hampir dini hari ketika Seonmi melangkahkan tungkainya keluar dari sebuah tempat bercahaya redup dengan kelap-kelip lampu led aneka warna. Tubuh berbalut dress merah darah yang terkesan sangat minim memperlihatkan lekuk tubuh sintal yang dimilikinya itu ia bawa menuju sebuah mobil putih yang berada di tempat parkir.

"Ah, bagaimana bisa perempuan tua itu tidak membawakanku jaket di tengah cuaca yang seperti ini. Aku bisa mati membeku," monolog Seonmi penuh eluhan. Ia mendesis kuat, kala rematan jemarinya pada roda kemudi tak dapat mengurangi suhu dingin yang menusuk permukaan epidermis kulit. Seonmi mematikan kembali mesin mobil, mengangkat kaki telanjangnya untuk ia dekap beberapa saat di atas kursi empuk yang menopang berat badannya.

Setelah kelopak berbulu mata lentik itu mulai terpejam, vibrasi dari sebuah ponsel di atas dashboard menyodorkan kembali kesadarannya. Seonmi terperanjat, mengerjapkan mata berkali-kali untuk menajamkan penglihatan.

"Oh? Ada apa, Bu?" ucapnya malas.

"Hei, apa kau sudah gila? Tuan Park menelepon ibu terus, kau di mana sekarang, huh? Dia menunggumu,"

Telinganya berdengung, Seonmi mengetatkan otot-otot rahangnya. Ingin rasanya mengumpati wanita tua yang berada di sebrang panggilan itu dengan sumpah serapah dari seluruh dunia.

"Aku sudah bilang 'kan, Bu. Aku sedang menstruasi, bagaimana bisa aku melayaninya? Yang ada dia akan mencemoohmu," jawab Seonmi dengan penuh penekanan.

"Kau bisa memberinya pelayanan tanpa seks. Seperti biasanya, buat dia mabuk berat dan tinggalkan setelah tidak sadarkan diri dalam keadaan telanjang. Sialan, kau pikir kau bisa membodohiku?!"

Tuutt

Seonmi mengambil napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Gadis dua puluh tiga tahun itu menatap ke arah rintikan hujan yang dimuntahkan langit Busan disebalik kaca mobilnya. Persis seperti dugaaan Seonmi, malam ini akan turun hujan. Terbukti tidak ada satupun kerlip bintang yang bertabur di cakrawala.
Seonmi memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menikmati ketenangan sesaat dari suara hujan yang berirama monoton menyapa rungunya sebelum kembali menancap gas dan melajukan mobilnya meninggalkan tempat parkir.

Bulu halus di seluruh tubuhnya menegang, bukti bahwa suhu rendah yang mengudara setelah guyuran hujan mereda benar-benar memberikan efek yang sangat dingin bukan main.

Seonmi berlari kecil, memasuki sebuah hotel pribadi yang cukup mewah. Daripada hotel, mungkin tempat tujuannya kini lebih cocok disebut bungalo. Sebab harus melewati beberapa puluh meter jalanan sepi dengan pohon-pohon tinggi menjulang di kedua sisi. Dengan nada sopan Seonmi menanyakan nomor kamar tempat janji temu seperti yang ibunya katakan di pesan singkat pada resepsionis, lantas membuka pintu kamar hotel setelah menemukan kamar yang sesuai.

Bagaimana bisa secepat itu? Seonmi bahkan cukup terkejut saat resepsionis mengatakan bahwa hotel ini hanya memiliki 3 kamar untuk disewakan.

"Permisi," ujarnya perlahan. Karena sejak menginjakkan kaki ke dalam kamar tersebut, Seonmi belum mendapati tuan Park yang biasanya langsung menerkamnya dengan cumbuan penuh rejana.

Tidak mendapati sahutan maupun satupun presensi di dalam kamar mewah itu, Seonmi pun memutuskan untuk mengambil duduk di sofa yang tersedia di bagian ruang tengah. Menunggu sosok pria Park yang mungkin saja masih berada di kamar mandi untuk memuntahkan seluruh alkohol yang ditenggaknya seperti biasa.

"Itu ... kau?"

Seonmi lekas menoleh, menemukan seorang pria berperawakan tinggi tengah berjalan dengan telanjang dada ke arahnya dari dalam kamar. Sejemang, Seonmi diam membeku, manik matanya menyoroti pria asing itu mulai dari ujung surainya yang basah, lalu berhenti sejenak pada bibir tebal yang terlihat sangat menggoda dan terakhir, sebuah tato bertuliskan 'NEVERMIND' yang terukir diatas otot-otot perut.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang