Epilog (Jimin side)

227 13 4
                                    

☘️☘️☘️

Kang Jimin terkesiap ketika membuka mata dan diperhatikan oleh lampu kamarnya yang temaram. Ketika ia mengerjap pelan guna menetralkan penglihatan, Jimin dikejutkan dengan perasaan luar biasa sakit. Ada apa ini?

Oh, astaga Jimin ingat. Dan ia masih tak percaya jika Seonmi meninggalkannya begitu saja karena kebodohan yang ia ciptakan sendiri. Seharusnya ia berpikir lebih rasional. Yang hamil di sini adalah Seonmi, yang lebih membutuhkan banyak perhatian adalah Seonmi.

Benar adanya jika ia juga sedih dan merasa terpukul, tapi semua rasa sakit yang mendera dirinya sangat tidak pantas jika dibanding-bandingkan dengan perih yang Seonmi terima. Bukan hanya hati, tubuh Seonmi juga rusak sehabis mengandung tanpa melahirkan. Seharusnya Jimin yang paling mengerti hal itu.

Belum lagi fakta bahwa Seonmi celaka karena pertemuannya dengan Namra di kafetaria itu. Tidak mungkin jika Seonmi tidak tahu-menahu perihal kehamilan Namra. Seonmi dn Namra saling terhubung melalui Song Namjoon. Kenyataan bahwa selama ini ia selalu menggauli perempuan itu setelah membuat Namra hamil pasti juga meruntuhkan harapan-harapan yang t'lah hadir di rumahnya.

Bodoh! Jimin tak henti merutuki diri. Membentur-benturkan kepalanya pada tembok yang putih. Jika saja ia lebih berwenang dan pihak bandara lebih penjilat. Ia pasti berhasil menemukan Seonmi dengan uangnya. Kepergian Seonmi sudah di depan mata, perempuan itu membawa Hajoon ikut serta menuju bandara, setidaknya itu yang Jimin yakini setelah memeriksa CCTV terdekat di sekitaran daerah rumah Seonmi.

"Jimin! Astaga! Apa yang membuatmu melakukan hal bodoh ini?"

Tatapan kosong Jimin beralih pada sosok berambut putih yang mengenakan tuksedo cokelat tua di ambang pintu kamarnya. Itu adalah kakek Suhyeok. Pria yang beberapa hari lalu memarahinya habis-habisan sebab saham perusahaan yang kian merosot usai dicabutnya investasi milih tuan Jung Ilsung selaku kakek Namra.

Sejenak telinga Jimin berdenging lagi. Suara tangisan Hodu mulai mengudara bagai kaset rusak. Ia menutup telinganya rapat-rapat. Tangis luruh bagai hujan membasahi kemejanya yang compang camping. Kamarnya sudah tak berupa.

"Jangan ... jangan pergi, Hodu ... Hajoon ... maafkan aku ... kalian harus memaafkanku."

"Sadarlah, Jimin!" Kakek Suhyeok berusaha menenangkan dengan mengguncang tubuh Jimin berulangkali.

"Aku sudah tidak bisa lebih sadar dari ini, Kakek. Seharusnya aku membatalkan pernikahanku dengan Namra, seharusnya aku ... seharusnya aku menikahi Seonmi dan membawa Hajoon tinggal bersamaku agar aku bisa fokus pada Hodu."

Intonasi suara Jimin kian melemah, ia merosot di tepi ranjangnya yang berbalut seprai abu gelap.

"Apa yang kau bicarakan, hah? Hajoon? Siapa Hajoon? Apa itu Hodu?"

Isakan Jimin berangsur-angsur hilang. Ia mendongakkan kepalanya ke arah sang kakek, keduanya beradu pandang sangat lama. Kakek Suhyeok melongo heran, ini bukan seperti cucu kebanggaannya.

"Hajoon, anakku, Kek," ujar Jimin di sisa-sia sesenggukan.

"Apa kau sedang banyak pikiran? Apa para investor itu memojokkanmu karena kasus bunuh diri di divisi produksi?"

"Kakek ..., a-apa yang kau katakan?"

Menyelami sorot mata kakek Suhyeok selama beberapa sekon, Jimin perlahan menyadari ada sesuatu yang salah. Kakek Suhyeok terlihat lebih muda dan daging pipinya tidak terlalu kendur. Lantas bergegas ia bangkit, menyeruak keluar kamar dan mendapati beberapa tatapan aneh dari seluruh anggota keluarganya. Rambut Mina yang pendek, ibunya yang tak pakai kacamata, dan rambut ayahnya yang belum seenuhnya memutih. Mereka semua ada di depan tangga dengan pakaian santai. Bahkan ada bibi Koo yang masih berdiri di tengah belokan tangga dengan apron kuning dan sarung tangan yang berbusa.

(Un)Forgotten Wedding [M]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang