"dan akhirnya [Y/n] mati dalam keadaan mengenaskan." Gumaman seorang perempuan pun pada akhirnya merasakan rasa lega yang amat dalam secara tiba tiba.
Rambut hitam dengan netra yang sama hitamnya, memakai kacamata minus dengan baju yang sudah tak dia ganti selama dua hari lebih. Perempuan paruh baya itu pun kini tengah meregangkan badan sebelum akhirnya melirik ke foto yang selalu terpajang di kamarnya.
Ponsel mulai ia buka, perempuan itu mengayunkan kakinya di kursi putar sambil melihat bacaan komentar yang menerima ending plot twist tersebut, maupun ending ending bonus lainnya.
Rambut yang sudah lepek karna belum dikeramas selama semingguan itu pun akhirnya menarik perhatian nya sendiri dan mulai mendesis sebal untuk mandi dan keramas. Luluran, atau bahkan skincare an.
Perempuan yang telah membuat ending plot twist itu pun mulai memakai pakaian hitam dan segera mengambil dompet maupun kunci mobilnya, meninggalkan kamar dan mulai berjalan ke toko yang menjual barang barang yang akan disediakan untuk melayat orang mati.
"Pak, seperti biasa ya, Bagian sini sampai situ!"
Yang menjaga toko pun mulai mengangguk dan menaruh seluruh belanjaan tersebut ke bagasi milik pelanggan favorit nya.
"Tiga juta kan?"
"Yap seperti biasa, lagian kau ngelayat siapa sih? Bawaanya lebih banyak begini, padahal pas ibu ayah mu mati barang yang kau pesan sederhana banget, apa keluarga mu banyak yang meninggal, Anas?"
Anas cuma terkekeh sejenak, kalau dihitung hitung benar juga, nyaris menginjak setahun setelah orang tuanya mengalami sakit dan berakhir kembali ke tempat asal mereka. Perempuan tersebut cukup tertawa garing sambil melihat barang barang yang akan ia berikan ke tempat pemakaman seseorang.
"Namanya juga manusia. Banyak yang mati, tapi ini untuk melayat satu orang aja kok, kayaknya."
Dirinya mulai membayar dengan menandatangani sebuah check, melambai ramah ke si pemilik toko sebelum akhirnya melaju ke arah pemakaman keluarga besarnya.Sebuah makam dengan gundukkan besar di belakang nisannya, nisan batu dengan ukiran nama dan tanggal kapan mereka lahir dan mati, tonggak dewa bumi yang berada di samping makam, maupun tempat untuk meletakkan sesajen.
"Yo. Akhirnya aku selesai menamatkan kisah mu sendiri, [Y/n]. Sisa kita, yang lain pada keluar negri sih, jarang kelihatan kan, mereka ogah juga sih datang ke makam pecandu narkoba." Berbicara layaknya tengah berbicara dengan orang hidup. Pandangan mata yang lesu dengan kantung mata yang tebal, sebuah gambar mulai dibakar perlahan lahan, begitu pula dengan pesanan yang memang pada umumnya harus ia bakar pula.
Bunga yang dijual didepan area makam pun pada akhirnya diletakkan di depan nisan, lilin merah di nyalakan, dengan beberapa makanan mulai di taruh di depan nisan itu sendiri, seolah tengah menjamu seseorang yang masih hidup.
"Mau liat kisah mu? Nih, ku kasih, buku kayak gini harusnya aku kena tuntut sih, tapi yaudah lah, ku cetak satu dan satu satunya buat kau." Ujar Anas sambil mengeluarkan sebuah buku dengan cover yang sudah ia perbaiki.
Membakarnya di tumpukan sesajen, debu yang kini berada di area khusus sesajen pun pada akhirnya menumpuk begitu saja, makam dengan gundukan tanah di belakang menumbuhkan bunga mawar putih dengan batang nya yang tajam. Pandangan Anas sendiri kini mulai menatap ke ukiran nisan yang sudah lama tak ia sadari.
"Dasar, pendiam sekali kau, cepat habiskan, aku mau pulang dan tidur, aku tak tidur untuk menamatkan ini tau."
Anas in this chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Manager (Inarizaki x Reader)✓
FanfictionOrang yang menyimpan misteri atau dendam di diri mereka sendiri memang terkadang susah di dekatin Tapi jika di tanya siapa yang lebih menyimpan misteri di antara orang yang senang tersenyum dan memiliki aura ketenangan atau orang yang pendiam dan m...