Sepanjang perjalanan Cinta dan Puspa asik ngobrol, makan, minum, ngemil, tidur, ngobrol lagi sampai tak terasa mereka sudah sampai di Banyuwangi dan sekarang sedang berada di dalam kapal ferry untuk menyeberang ke Gilimanuk. Dalam obrolan itu Puspa bercerita tentang kebahagiaan di terima di Universitas Udayana, walaupun nantinya akan kost karena kampusnya terletak di Nusa dua cukup jauh dari Karangasem, dia tidak ingin tinggal di Denpasar lagi dengan orang tuanya karena lebih memilih tinggal dengan kakak dan kakak iparnya. Bagus kemudian mengajak Cinta dan Puspa untuk keluar bersamanya dan Ayu, jalan-jalan di area kapal ferry sambil membeli kopi. Mereka ber 4 kemudian turun dari bis, menuju ke kedai kecil yang terletak di lantai 2 ferry itu.
Cinta yang tak pernah naik ferry sebelumnya cukup terpukau, di kedai itu di jual berbagai macam makanan ringan hingga kopi, teh ataupun mie instant. Di bagian tengah kapal terdapat banyak kursi plastik yang di duduki para penumpang sambil menonton televisi yang menempel di dinding. Banyak pula yang duduk di dek luar sambil merokok menikmati udara laut, untunglah saat ini laut sedang tenang, tidak ada angin kencang atau ombak besar membuat oleng kapal yang sedang menyusuri lautan menuju ke Pulau Bali itu.
''Kalian mau pesan kopi juga?'' tanya Bagus.
''Tiyang(saya) teh hangat aja Bli, Cinta mau minum apa?'' ujar Puspa.
''Gue samain aja deh, teh hangat'' sahut Cinta.
Bagus mengangguk kemudian memesan sebuah kopi hitam untuknya, susu coklat kemasan untuk Ayu dan 2 buah teh hangat untuk Puspa dan Cinta. Bagus juga membeli sepiring gorengan dalam piring rotan beralaskan selembar kertas minyak. Ketika Cinta mengeluarkan uang untuk membayar, Bagus dengan tegas menolaknya. ''Saya traktir mbak Cinta sebagai ucapan terima kasih karena bersedia menukar tempat duduk'' selorohnya.
''Kita duduk di luar yuk, enak kayanya minum yang anget-anget sambil meliat laut. Bentar lagi matahari mau terbit ini, pasti indah banget deh'' ajak Puspa.
Mereka menyetujui ajakan Puspa untuk naik ke anjungan kapal dan duduk disana, udara terasa cukup dingin. Untungnya Cinta memakai hoodie dan juga membawa selimut dari bis untuk menghangatkan dirinya. Puspa berjalan dengan semangat untuk mencari spot yang bagus bagi mereka duduk.
''Sini, cepat Cin. Tiyang nemu tempat bagus nih buat kita, yuk Bli sama Mbok Ayu'' seru Puspa dengan selamat.
Mereka pun duduk di tempat yang menurut Puspa bagus itu. Lumayan sih, tidak banyak orang di sekitar dan muat untuk mereka ber 4. Sambil mengeratkan selimut di tubuh masing-masing, mereka kemudian duduk dan mulai menikmati minuman dan gorengan yang di beli Bagus tadi. Bagus membungkus tubuh Ayu dengan 2 selimut seperti bayi di bedong kemudian pamit menjauh sebentar untuk merokok sementara Puspa asik memotret langit dengan ponselnya.
''Mbak Ayu masih nggak enak badan?'' tanya Cinta.
Ayu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. ''Udah nggak mbak Cinta, udah enakan. Yah beginilah kalau naik bis sering mual apa lagi naik peswat. Maklum anak kampung nggak bakat jadi orang kaya'' ujarnya seraya tertawa.
Cinta ikut tertawa mendengar guyonan Ayu. Cinta menengadah sesaat menatap langit yang sangat cantik dengan taburan bintang-bintang.
''Terima kasih ya mbak sudah mau tukar kursi'' ucap Ayu.
Cinta menatap Ayu, Puspa bilang Kalau iparnya itu saat ini sudah berumur 30 tahun dan mungkin karena itu sangat getol dengan program hamil mengingat jam biologisnya sebagai seorang wanita untuk bisa hamil semakin berdentang. Ketika melihat Ayu, Cinta seperti melihat wanita Indonesia tempo dulu yang kalem, anggun dan lemah lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Berat
Short StoryCinta tak percaya ada seseorang yang mencintai dengan tulus. Jaman sekarang orang bilang cinta berdasarkan fisik atau harta dan Cinta tidak memiliki keduanya. Dia hanya seorang gadis dari keluarga sederhana dengan rupa seadanya. Satu kelebihannya ha...