Chapter 22

4.9K 419 36
                                    

"Ngapain pagi-pagi buta telpon?!" Keluh suara saat panggilan terhubung. Revaz hanya mengelus dada, salam dulu kek setidaknya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam! Cepetan!"

Revaz hanya berekspresi datar, sabar banget kok.

"Ar, gue butuh bantuan lo nih! Btw ini bukan pagi-pagi buta. Ini jam 10 pagi!" Kata Revaz karena ia mendengar suara serak Arcel.

Berarti orang itu baru bangun, dasar kebo. Anak itu jika dibesarkan di pesantren, Revaz paling nomor satu kali yang nyiram air.

"Sama saja, hari minggu gak ada kata pagi terang!" Balas Arcel malas.

"Hah! Lo saja yang bau bantal. Katanya tinggal sama cewek, jaga image dikit lah!"

"Adek kecil gue lagi balik ke Panti. Lo mau ngomong apa sih! Cepetan! Awas kalau gak penting gue santet!"

"Slow brother! Gue cuma mau minta saran deketi cewek. Lo mantan playboykan?" Kata Revaz sambil mesam-mesem.

Astaga, Arcel kira urusan perusahaan. Dasar Revaz menganggu minggu tenangnya.

"Gue juga gak bisa dibilang playboy. Pacaran cuma sekali doang," balas Arcel terdengar lebih santai dari pada yang tadi.

"Lah! Gue denger dari temen-temen lo?" Revaz bingung, terus ia harus cari ide pada siapa?

"Gue cuma sebatas dekat sama cewek dulu. Biasalah sekedar muji, gombal, tanpa ada niatan pacaran. Pada dasarnya semua cewek itu cantik," terang Arcel, kalau ini Revaz setuju sih. Semua wanita itu cantik dengan kelebihan masing-masing.

"Terus bagaimana lo deketin cewek? Tips PDKT lah," kata Revaz. Ia mampu berkata seperti itu pada Arcel tanpa sungkan bukan karena Arcel itu amanat. Ia ember, tapi sekarang dia sedang tidak ada di Jakarta, jadi tidak akan membuat perkara.

"Beneran mau pdktin anak SMA yang lo tanyain?" Tanya Arcel tidak percaya.

"Dia sudah kuliah just info," balas Revaz kesal.

"Yah... apa kek, lo kaya dekati dengan hartakan bisa? Sekarang mah gak ada cewek yang gak matre, realistis saja lah. Tapi jangan berlebihan kalau gak mau rendahin dan pantas. Intinya mulailah dari kasih hal-hal kecil bermakna, saran gue."

"Oh... tumben lo bener? Biasanya kasih saran abnormal!"

"Lo mau saran abnormal? Kenapa gak ikutin gue aja. Lo punya apart, tinggal bareng dulu sekalian latihan jadi suami istri. Besoknya lo dihajar Om Jas hahaha!"

Revaz memasang wajah datarnya, kapan pernah beres sih nih sepupu beda keluarga.

"Gue kira dah waras, yaudah balik tidur lagi sana! Assalamualaikum!"

Ia langsung mematikan sambungan. Stress memang Arcel, bagaimana ia bisa mengajak tinggal cewek 3 tahun tanpa dinikahi. Boro-boro dinikahi, di pacari saja tidak. Katanya cuma butuh guling, kampretkan cowok satu itu. Kalau Revaz jadi ceweknya, akan ia buang ke Mars. Tapi harus di akui sih, anak itu kuat menahan nafsu tiga tahun tinggal bareng dengan cewek. Tapi bukan mahram woi! Ingin rasanya ia merukyah sepupunya, jinnya pasti banyak sekali.

Revaz berdiri dari duduknya kemudian keluar kamar. Di rumah kok sepi, kemana semua orang? Eh, ada adek laknatnya.

"Eh, di mana si kecil?" Tanya Revaz pada adik bungsunya.

"Tadi diajak Mas Om keluar, btw kok di rumah Bang? Bantu bang Brian sama Abi kek diluar," kata Ziva dengan kurang ajarnya.

"Aku ya lelah Ziv, kamu kira ngurus HJN tuh santai apa?" Balas Revaz kesal.

Assalamualaikum CEO GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang