Pagi ini Revaz sedang sarapan bersama keluarga. Setelah sarapan seperti biasa budaya mencuci peralatan makan sendiri-sendiri.
"Wajah kalian suram amat," kata Revaz melihat adek dan adek iparnya yang sedang murung.
"Cepet nikah biar kau tau," balas Brian sinis.
"Hih! Siapa suruh nikah muda. Lagian apa yang kau berbuat sampai istrimu semarah itu? Pasangan sok kalem," ejek Revaz pada adeknya itu.
"Diam Abang durhaka. Lo gak tau bagaimana mood ibu hamil hah? Sana cari istri biar tahu!" Kesal Brian kemudian pergi dari dapur.
"Hadeh tuh anak gak pernah hormatin gue sebagai abang," balas Revaz geleng-geleng.
"Kau sendiri dek ipar?" Tanya Revaz pada adek iparnya. Secara usia mungkin lebih tua adek iparnya itu. Jelas, adek iparnya sudah ada jauh sebelum ia lahir. Hanya berjarak 13 tahun.
"Yah biasa," balasnya kalem dan Revaz mengerti.
Siapa yang tidak stress mengurusi adek bungsunya yang super, sudahlah. Revazpun tidak tau dari mana sikap berandal adek perempuannya itu diturunkan.
Setelah selesai bebersih, Revaz segera pamit menuju kantor pada kedua orang tuanya.
Saat keluar ia melihat pemandangan yang biasanya. Inilah alasan Revaz selalu berangkat lebih pagi. Pertama, macet jalanan yang sangat menganggu. Kedua, dari rumah ndalem sampai luar, karena kemarin ia memarkirkan mobil diluar. Banyak santri yang lewat dan meminta salam padanya.
Maka dari itu Revaz berangkat lebih pagi. Dan benar, walau berangkat lebih pagi ia sampai dikantor tepat waktu.
"Baru sampai Cas?" Tanya Revaz saat melihat sekretarisnya itu hendak memasuki gedung seperti dirinya.
"Iya," balas Lucas santai.
"Tumben kau berangkat sedikit siang. Biasanya dari subuh kau sudah disini," canda Revaz saat ini mereka berjalan bersama menuju lift tanpa menghiraukan sekitar.
"Bantu Ibu beli kebutuhan di warung tadi," balas Lucas santai.
"Oh... tante gimana kabarnya sehat? Masih jualan?" Tanya Revaz dan ia melihat Lucas mengangguk.
"Entahlah, disuruh berhenti tidak mau. Kurasa gajiku sudah lebih cukup untuk masa tuanya," balas Lucas dengan santai namun terdengar khawatir. Revaz mengerti itu semua.
"Seorang yang sudah terbiasa bekerja itu tidak mudah untuk hanya berdiam diri di rumah. Justru kalau dirumah terus malah stress dan merasa cepat sakit," kata Revaz kemudian pintu lift tertutup.
"Kau benar," balas Lucas kemudian tidak lama pintu lift sudah terbuka.
Saat mereka keluar, keduanya sudah menemukan seorang gadis yang tengah menyapu lantai. Kedua pria itu lebih memilih mengabaikannya dan berjalan seolah tidak ada orang ataupun pengganggu disana.
'Masya Allah, damagenya Om Revaz gak ada obat. Makin hari makin ganteng.' Kalian taulah siapa yang membatin itu. Yah, dia adalah Gresa yang sedang menyapu lantai.
Ini hari keberapa Gresa bekerja disini? Sudah seminggu? Berarti ia hanya memiliki sisa 9 hari dikantor ini dengan hitungan hari libur minggu.
"Pagi Pak," sapa Gresa saat Revaz melewatinya. Namun tidak menjawab, jangankan dijawab, dilirikpun tidak. Haduh sakit hati Gresa.
'Kacang! Kacang!' Batin Gresa malas.
"Eh, tumben gak disuruh bawain kopi?" Tanya Gresa setelah Revaz menghilang dibalik pinti kebesarannya.
"Em... gue kan punya akses masuk ruangannya Om Revaz kan? Sebagai cleaning service! Hehehe," kata Gresa segera mempercepat sapuannya pada lantai.
Beberapa menit setelahnya ia datang dengan sebuah kantung kresek besar ditangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum CEO Ganteng
RomanceRevaz Adam Candra. Sosok CEO muda yang haus akan kehormatan. Ia selalu mendapat apa yang diharapkan. Cerdas, pandai, arogan, tidak pernah patuh pada siapapun kecuali Umi dan Abinya. Menjadi putra sulung membuatnya selalu dihormati oleh saudara-sauda...