"Tidak! Aku tidak salah! Ia Gresa, aku ingat!" Kata Revaz yang sudah mondar-mandir di belakang sofa, ia masih berada dalam apartemen.
Revaz masih bingung, pusing, dan entahlah bagaimana lagi. Ia tidak menyangka jika akan bertemu dengannya lagi. Apa mungkin mereka sudah jodoh dari tiga tahun yang lalu? Ah! Revaz rasanya ingin pergi ke mars, kenapa semuanya serba kebetulan di bumi ini.
Padahal luas bumi ini 510,1 juta kilo meter persegi. Ada tujuh benua dan lima samudra. Luas Indonesia sendiri 1,905 juta kilometer persegi. Ada 37 provinsi di Indonesia dan lebih dari dua ratus juta penduduk Indonesia. Kenapa harus Gresa lagi?
Dunia ini sempit? Hah! Revaz harus bertanya pada Nasa jika dunia ini seluas itu.
Lama sekali berpikir hingga dunia dan isinya, Revaz ini telah berhenti mondar-mandir dan tersenyum.
"Akhirnya ia hijrah," guman Revaz tanpa sadar.
"Baguslah, tidak sia-sia aku mengomelinya hingga menangis," guman Revaz kemudian tersenyum kembali.
"Hah... sedikit lebih baik," guman Revaz sembari merebahkan dirinya disofa.
Hari itu Revaz habiskan di apartemen, bahkan malampun ia pamit kepada Uminya tidak pulang ke pesantren. Entah kenapa Revaz sedang membutuhkan ketenangan di sini.
Ia bahkan hanya rebahan di sofa sembari menonton televisi seharian. Hanya akan bangkit saat waktu sholat, makan, atau ke kamar mandi. Sungguh, hari ini Revaz menjadi pemalas.
"Bagaimana caraku agar dekat dengan Gresa?" Tanya Revaz penasaran.
Untuk saat ini ia memang tidak siap mengejar secara terang-terangan. Ia tidak bisa membayangkan jika harus merendahkan harga dirinya. Revaz tidak akan terima itu.
Tapi disisi lain, ada seseorang yang terus menganggunya. Itu adalah pria yang dekat dengan Gresa, siapa laki-laki itu? Memiliki hubungan apa ia dengan Gresanya? Memikirkannya Revaz menjadi malas dan kesal.
"Siapa cowok itu? Haish! Bagaimana ku memulai kembali hubungan kami!" Geram Revaz sedikit menarik rambuntnya.
"Hubungan kami? Perasaan tidak ada apapun di antara kita, haish!" Revaz semakin kesal. Ia bahkan tidak bisa tidur.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Wajahmu buruk sekali."
Revaz menolehkan kepalanya, saat ini ia sedang menunggu lift dan bertepatan dengan sekretarisnya juga disampingnya.
"Jangan pura-pura tidak tahu," balas Revaz malas, wajahnya semakin terlihat tidak bersahabat saat moodnya memburuk.
Ting!
Pintu lift terbuka dan mereka hanya masuk kemudian tidak lama pintu tertutup kembali.
"Jika kau ingin bertemu dengannya lagi, akan kujadwalkan seminar—"
"Itu terlalu mencolok Cas," balas Revaz malas.
"Egomu terlalu tinggi Ev," balas Lucas memperhatikan Revaz, keegoisannya itu menjadi musuh terbesar perasaannya.
"Diamlah, aku sudah lelah memikirkan rencana," balas Revaz kemudian pintu lift terbuka dan mereka segera keluar.
"Ada agenda penting?" Tanya Revaz saat berjalan.
"Tidak, hanya beberapa pertemuan kecil," balas Lucas dan Revaz mengangguk kemudian masuk ruangannya dengan bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum CEO Ganteng
Roman d'amourRevaz Adam Candra. Sosok CEO muda yang haus akan kehormatan. Ia selalu mendapat apa yang diharapkan. Cerdas, pandai, arogan, tidak pernah patuh pada siapapun kecuali Umi dan Abinya. Menjadi putra sulung membuatnya selalu dihormati oleh saudara-sauda...