Chapter 14

4.4K 417 22
                                    

Setelah tidak melihat punggung Gresa, Revaz memilih untuk pulang saja. Hari ini sangat melelahkan, walau ia sudah melihat Gresa. Tetap saja melihat dari jauh tidak senyaman saat debat dengan gadis itu.

Saat ini ia telah berada di Pesantren. Entah mengapa perjalanan menuju pulang terasa lebih cepat. Revaz memarkirkan mobilnya didepan.

Penampilannya cukup berantakan dari biasanya. Rambutnya yang tak beraturan, dasi kendor, dan juga jas yang tak lagi rapi.

Saat baru beberapa langkah suara kumandang adzan isya telah terdengar. Revaz mengubah langkah yang awalnya ingin langsung menuju ndalem, terlebih dahulu menuju masjid.

Disana ternyata sudah ada banyak orang. Para santri langsung berebut mengucapkan salam dan salim kepadanya. Revaz hanya membalas sekenanya karena hari ini memang benar-benar buruk.

Ia juga lebih memilih mengantri, membiarkan satri lain mengambil wudhu terlebih dahulu.

Setelah selesai dengan wudhu, Revaz langsung menuju dalam masjid. Kembali beberapa orang mengerubutinya, hingga akhirnya dapat duduk di shaf depan.

"Assalamualaikum," salam Revaz pada setiap orang yang duduk disana.

"Waalaikumsalam," balas para ustadz ataupun petinggi pesantren.

"Tumben kau sudah pulang?" Tanya Brian yang sudah duduk disampingnya.

"Tidak banyak kerjaan," balas Revaz malas kemudian ia memilih untuk menatap sajadah tanpa minat.

"Jangan melamun!" Tegur Brian.

"Iya-iya!" Revaz berucap dengan nada yang kesal. Kadang orang sependiam Brian akan mejadi sangat menyebalkam diwaktu-waktu tertentu. Atau mungkin saat ini mood Revaz yang tidak baik.

Setelahnya sholat isya pun dilaksanakan. Revaz berdiri tepat dibelakang imam, yaitu Abinya sendiri, Kyai Jason.

Aneh rasanya mendengar sebutan itu, setelah kewafatan kakeknya, Abinyalah yang mengurus dan memimpin pesantren ini. Namun tetap saja yang mengurus semuanya adalah Brian.

Jika dalam perusahaan Revaz artikan Abinya adalah pemegang saham tertinggi dan Brian adalah CEOnya. Bedanya, ini dalam susunan jajaran pesantren.

Setelah sholat selesai, ia tidak langsung pergi. Yah, seperti biasanya diadakan dzikir dan sholawat bersama. Revaz tidak langsung pergi setelah dzikir karena menghormati yang lain, karena Abi dan ustadz-ustadz juga belum kembali.

"Kamu sudah pulang?" Tanya Jason saat melihat putra pertamanya itu ada disana.

"Iya Bi, tidak ada kerjaan lebih," balas Revaz santai namun terkesan menghormati. Bagaimanapun sekarang ia sudah tidak bisa selepas dulu dengan Abinya. Bisa sih, jika dilingkungan ndalem.

Sekarang diantara mereka seperti ada dinding besar, karena setelah dilantik menjadi pemimpin pesantren. Revaz merasa rasa hormat Abinya semakin besar.

"Gus Revaz akhir-akhir ini jarang terlihat mengikuti kegiatan," kata seorang ustadz dan Revaz membalas dengan senyuman.

"Sebenarnya saya juga ingin mengikuti kegiatan seperti ini. Tapi, perusahaan cukup sedang tidak stabil. Saya tidak enak jika pulang mendahului pegawai yang lain," balas Revaz dengan santai namun masih terkesan berwibawa.

"Apa terjadi sesuatu yang buruk Ev?" Tanya Abinya dan Revaz menggeleng.

"Sudah teratasi Bi," balas Revaz dengan tersenyum kecil.

"Gus Revaz sangat perhatian pada karyawannya. Mereka pasti bangga mendapat pemimpin seperti Gus," kata seorang ustadz dan Revaz hanya tersenyum kecil.

"Putra, putri, dan menantu Kyai Jason sungguh luar biasa," kata yang lain.

Assalamualaikum CEO GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang