Chapter 07

4.6K 367 1
                                    

"Kopi dek?" Tanya mbak-mbak yang Gresa ingat itu mbak yang kemarin.

"Iya, seperti kemaren yah. Tapi dua," balas Gresa karena ia sendiri juga lelah. Kantor ini memang tidak tinggi. Bahkan perjalanannya dari lantai empat menuju lantai satu tidaklah lama.

Tapi, ada tapinya. Kantor ini luas sekali. Jarak dari lift tempat ia turun menuju kantin itu bisa berpuluh-puluh meter. Seharusnya ada dua kantin di perusahaan ini agar dapat mencakup semua tempat.

Tapi hanya ada satu ditengah walau harus Gresa akui kafetaria ini sungguh besar. Tidak kalah dengan food court di mal-mal besar. Bahkan Gresa dapat melihat beberapa stand makanan atau minuman dari francise terkenal. Ini bukti bahwa HJN sungguh memerdekakan karyawannya karena semuanya gratis. Pasti anggaran hanya untuk makanan itu miliaran.

Setelah pesanannya selesai Gresa langsung berjalan meninggalkan kafetaria dengan santai sambil meminum kopinya. Setidaknya ini harus habis sebelum ia sampai di ruangan Revaz. Nanti dibilang gak mematuhi protokol karyawan. Repot lagi nanti Gresa.

Saat Gresa sudah sampai di salah satu lift tempatnya turun tadi. Ia ingin menekan tombol dengan sebelah tangannya yang memegang ice coffe yang masih utuh. Tangan kanannya asik memegang cup yang ia seruput.

Ting! Pintu terbuka lebih dulu sebelum ia menekannya. Yang membuat Gresa diam bukanlah karena ketahuan minum. Tapi, itu Revaz. Perlu digaris bawahi REVAZ!!!.

Untuk apa Revaz datang ke bawah? Apa khawatir sama Gresa, ingin menghampiri lalu berkata. Kenapa lama sekali hm? Aku sudah menunggumu sayang.

Plak! Author tampar dengan ketikan. Halu kau gresa. Mana ada Revaz mengatakan hal itu.

"Pa-pak Revaz? Kenapa turun duluan? Baru saya mau naik beriim kopinya," kata Gresa dengan wajah polosnya.

"Kenapa lama hm?" Tanya Revaz yang anehnya sesuai bayangan Gresa. Apa kata selanjutnya...

"Saya menunggu hampir 30 menit! Hingga klien datang kau belum kembali!"

Hancur sudah perhaluan Gresa. Yah, dunia itu memang tidak sesuai dengan khayalan. Kadang dunia wattpad itu lebih kejam dari pada dunia nyata.

"Ya maaf Pak Ganteng. Habisnya jauh sih. Saya usul bikin kantin lagi gitu Pak Ganteng. Disisi ujung-ujung biar mudah digapai," kata Gresa dengan kurang ajarnya.

"Hei! Kamu itu hanya petugas kebersihan! Seenaknya sendiri, dan panggilan kamu itu sangat merusak gendang telinga saya." Revaz berkata dengan sinis namun tidak membuat Gresa terganggu.

"Tapi saya suka panggil anda Pak Ganteng. Soalnya Bapak memang ganteng. Pujian itu harus diterima loh Pak. Apalagi sama calon istri," kata Gresa dengan cengiran khasnya.

Revaz menatap Gresa tajam, bagaimana hanya petugas kebersihan bisa berkata seperti itu. Siapapun yang membiarkan gadis ini masuk ke kantornya harus mendapat karma besar.

"Ingat posisimu pegawai!" Tegas Revaz.

"Hehehe, tidak salah kan kalau saya berharap jadi istri anda. Saya cantik banget loh, gak kelihatan kaya cleaning service hehehe. Bapak gak tertarik sama saya?" Tanya Gresa sedikit menggoyang-goyangakn tubuhnya imut.

"Sama sekali tidak! Kamu bukan tipe saya, dewasalah sedikit saat kau di kantor. Saya tidak peduli berapapun usia kamu, jika kamu kekanakan dan terus menganggu saya silahkan ajukan surat resign atau dipecat."

Revaz berucap datar, kemudian ia berjalan melewati Gresa. Sebelumnya ia menyambar cup copi yang ada ditangan Gresa.

"Hah? What? Kamu bukan tipe saya? Hellow! Siapa yang mau nolak Gresa? Terus, bilang kamu bukan tipe saya tapi ngambil tuh kopi dengan santainya. Hei! Itu gue yang pesenin. Untung gue cinta lo Om!" Kesal Gresa yang masih berada di depan lift.

Assalamualaikum CEO GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang