Pada pukul sepuluh lebih tujuh, Sakura ingat betul dalam gelapnya malam tanpa lampu, Yuuri berbaring di sebelahnya tanpa suara. Ada aura yang berbeda. Kecanggungan mereka sampai di titik paling tinggi. Tapi entah kenapa, keduanya berlaku seperti dua orang yang sudah lama saling mengenal, tertawa bersama tanpa sebab kemudian. Yuuri bertanya padanya tiga menit yang lalu, bisakah Sakura tidur tanpa lampu. Gadis itu mengangguk tanpa ragu. Ruangan gelap tanpa cahaya di tepi pantai, adalah hal paling menenangkan yang bisa dia dapat di tengah peliknya masalah yang terjadi sejak dia datang ke Kyoto. Sakura sungguh menghargai usaha Yuuri.
"Sakura-san, apa kamu punya seseorang yang sangat berharga dalam hidupmu?"
Oke. Pertanyaan itu terlontar tanpa aba-aba. Setiap pertanyaan yang keluar dari mulut Yuuri selalu ingin dia jawab dengan jawaban paling baik versinya. Dia ingin melakukannya lagi kali ini, sedikit meremas selimut saat mengingat masalah kalung satu jam yang lalu.
"Punya," gadis itu menyerah. Memilih untuk mengikuti kata hatinya. Dia menoleh pelan-pelan pada Yuuri yang berbaring di sebelahnya.
"Kurasa punya. Tapi dia tidak akan pernah kembali lagi."
Dahi Yuuri mengernyit. "Siapa?"
"Seseorang yang berasal dari Okinawa." Sakura tersenyum, "seorang pria yang berasal dari Okinawa."
"Pria Okinawa itu, siapa?"
"Mantan pacarku."
Yuuri membalas tatapan Sakura saat gadis itu menjawabnya tanpa ragu, tersenyum.
"Apa kau masih menyukainya?"
Yuuri pikir dia cukup keterlaluan karena berani menanyakan ini. Tetapi, raut wajah Sakura sama sekali tidak berubah. Dia hanya tersenyum tipis dan mengangguk.
"Iya. Tapi kita sudah tidak bisa bersama lagi."
Itu jawaban tidak terduga. Yuuri menggeser posisinya, lebih dekat pada Sakura. "Kenapa?"
"Bisakah kau berhenti membicarakannya?" Tatapan Sakura berubah lirih setelah pertanyaan itu terlontar.
"Kau tahu ... hatiku sakit saat mengingat kenangan itu. Aku berusaha lepas darinya tapi tidak bisa." Selimut yang menutupi tubuhnya diremas lebih kuat.
"Apa kau punya kenangan yang menyakitkan juga sampai hatimu tidak ingin mengingatnya lagi?"
"..."
Yuuri bungkam saat Sakura melontarkan pertanyaan itu padanya. Tentu dia punya. Kenangan yang tidak bisa dia lupakan sampai sekarang. Kenangan yang membuat hubungannya dan bibinya berubah.
"Ada. Tentang kecelakaan yang pernah menimpa ibuku," ujarnya kemudian.
Pandangan Sakura berubah lagi setelah Yuuri mengatakan kalimat itu, nyaris berbisik. Pemuda itu melakukan hal yang sama dengan Sakura, meremas selimut yang menutupi tubuhnya. Dia mengubah posisi, tidur menyamping sambil memandangi Sakura yang terlihat dingin. Dingin dan waspada. Anehnya, Yuuri masih nyaman berada di dekat gadis itu sampai sekarang, tidak mau berpaling.
"Beberapa tahun yang lalu, ibuku tewas dalam sebuah insiden kecelakaan mobil. Itu terjadi karena bibiku memaksa ibu untuk pergi ke kuil. Padahal saat itu, ibu sedang hamil besar. Hujan deras dan jalanannya sangat licin ... kau pasti tahu apa yang terjadi selanjutnya setelah mobil yang dikendarai supir pribadi keluargaku kehilangan kendali. Hanya bibiku yang selamat dalam kejadian itu. Aku begitu marah padanya, terus menyalahkannya atas kecelakaan yang menimpa ibuku. Sampai sekarang, hubunganku dan bibiku tidak begitu baik."
Penjelasan Yuuri memancing atensi Sakura lagi. Gadis itu mengerjap.
"Apa kau membenci bibimu?" tanyanya sambil melirik pemuda di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...