"Laut tidak pernah terlihat kosong, 'kan?"
Pertanyaan yang Yuuri lontarkan membuat Sakura menoleh ke arahnya. Nyaris. Satu debur ombak yang mendekat ke bibir pantai hampir memecah fokus dan membuat suara Yuuri terdengar samar. Saat menabrak batu karang, suaranya keras. Senyum terukir di wajah gadis di sebelahnya.
"Itu sangat luas. Tentu saja tidak pernah kosong." Sakura mengulangi perkataan Yuuri. Matanya menatap dalam ke arah pemuda Kyoto itu.
"Yang membuat laut terlihat kosong, adalah perasaan sepi yang dirasakan setiap orang saat mereka menatap ke lautan."
"Ya, itu persis seperti perasaanku beberapa jam yang lalu. Aku merasa laut kosong karena menunggu seseorang." Yuuri cemberut.
Sakura pura-pura terkejut. "Menunggu siapa?"
Senyum tipisnya dibalas oleh yang lebih tua. Menyikut lengannya pelan, Yuuri mengedipkan sebelah matanya. "Tentu saja kamu."
Yuuri tak pernah menghitung, berapa banyak waktu yang dia perlukan untuk berada dalam momen ini. Tak terhitung berapa banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan. Sementara Sakura, dia sama sekali tak pernah berencana. Dia pikir, dia hanya akan berurusan dengan orang-orang seperti Yuuri di jeruji besi. Walaupun tak pernah berpikir bahwa semua orang yang berbuat salah adalah penjahat, jenis kejahatan yang Yuuri lakukan sudah cukup membuktikannya.
Lalu, kenapa drtektif seperti dia akhirnya berurusan dengan anak mafia dalam situasi seperti ini?
"Saat pertama kali mengajakmu ke pantai ini, kita hanya sepasang orang asing, 'kan?" Angin yang berembus kencang membuat Yuuri meninggikan suaranya.
Ucapan itu kemudian membuat lawan bicaranya mengangguk. "Memangnya kenapa?" tanya Sakura.
"Sekarang tidak lagi." Pemuda Kyoto itu mengulurkan tangan kanannya.
"Hubungan kita sudah berproses. Bukan lagi sepasang orang asing yang tidak saling mengenal. Kita sudah saling mengenal sejauh ini, dan sekarang saling memikirkan satu-sama lain.""..."
"Apa aku salah?"
Pertanyaan itu direspon gelengan pelan oleh Sakura.
"Tidak. Aku hanya tidak tahu harus bereaksi seperti apa."
Yuuri terkekeh. "Kau tidak pernah berubah sejak kita pertama bertemu."
"Memang kau maunya aku seperti apa?" Tatapan Sakura terlihat serius.
"Aku tetap aku, apa pun yang terjadi." Gadis itu kemudian menerima uluran tangan Yuuri, menjabatnya sebentar.
Hening itu menginterupsi momen. Sepi yang berbeda dari sebelumnya. Yuuri merasa tangannya hangat dan perasaan bahagia memenuhi relungnya. Jika dia bisa memutar waktu, untuk momen ini, dia tak ingin. Dia tak mau mendapat yang baru jika harus kehilangan momen ini. Terlalu berharga. Setiap momen saat Sakura ada di sana, semua berharga untuknya.
Pemuda itu kemudian menarik pelan lawan bicaranya dan memeluknya. Erat. Yuuri memejamkan kedua matanya dan membiarkan embusan angin pantai menerbangkan helai rambut dan ujung kemejanya.
"Aku mencintaimu."
Sakura membalas pelukan Yuuri dan menganggukan kepalanya. "Aku tahu. Terima kasih."
Mereka bertahan dalam posisi seperti itu selama beberapa saat. Sakura ikut memejamkan matanya, membukanya lagi ketika teringat sesuatu. Gadis itu melepaskan pelukannya dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
"Oh, iya ... ini milikmu." Sebuah kalung dengan liontin permata merah berpindah ke telapak tangan Yuuri. Itu terlihat sangat familiar.
"Natsuki-kun mengambilnya saat polisi mengepung Stairway. Sayang sekali, kami tidak bisa mengejar Peter Arilson dan Hanaya Junji. Bahkan, Lee Jung Hae juga ikut menghilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...