Stairway terasa begitu dingin. Udaranya menusuk dan Sakura tak suka ini. Kali pertama menginjakkan kakinya di sini, hatinya berkecamuk tak karuan. Penyamaran ini terasa sangat sulit. Dia bahkan enggan menyebutnya penyamaran. Ini lebih tepat disebut sebagai kerjasama dengan penjahat.
Bersandar di dinding yang dingin, Sakura menghela nafas. Pandangannya lurus ke dinding di depannya, di mana sosok yang baru dia kenal beberapa jam yang lalu berdiri di sana, menghela nafas tak kalah cemas.
"Hei, apa kau tahu alasan kenapa Yuuri membenci kepolisian dan para detektif?"
Sakura menggeleng.
"Itu karena mereka menolak keinginannya untuk menyelidiki kasus kecelakaan yang menimpa ibu dan calon adiknya. Mereka tidak percaya pada Yuuri."
Ucapan pemuda di depannya tak begitu dia pedulikan. Sebenarnya Sakura sudah tahu namun dia enggan mengatakannya. Dia hanya menunduk, tersenyum tipis dan bergumam pelan pada dirinya sendiri.
"Dan sebentar lagi kurasa dia akan membenciku juga karena berpikir aku tidak percaya padanya."
"Kau benar-benar tidak percaya padanya?"
Pertanyaan terakhir yang dilontarkan Nishimoto Shinra tak dijawab. Sorot lampu mulai menyala. Suara Hirashi Nami terdengar memecah keheningan yang sempat menginterupsi. Sakura memejam mata sejenak, menghela nafas lagi saat mendengar namanya dipanggil ke arena.
'Mulai saat ini, aku dan Yuuri-san akan benar-benar menjadi musuh.'
****
Jarum jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh lima menit. Yukiko mengetuk pelan telunjuk kanan ke atas meja bar, berulang-ulang hingga menimbulkan bunyi monoton. Restoran sedang ramai-ramainya. Dia tidak fokus. Pikirannya melayang entah ke mana. Akhir-akhir ini makin tidak bisa mengontrol diri. Sepenuhnya masuk ke dalam perangkap pamannya, Yukiko tidak punya cara untuk keluar dan melepaskan diri. Stairway terlalu berbahaya.
Di sudut lain, Rin sibuk membersihkan meja, sementara Dao mengelap kaca yang kotor sambil mendengarkan musik lewat earphone putih kesayangannya. Di meja lain, Aiko sibuk melayani pelanggan.
Yukiko menautkan jemari dan tak kunjung mendapat jawaban apa pun di kepalanya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Matthew bilang, waktu akan menjawab semua pertanyaan yang muncul di benaknya. Penasaran itu tak mampu dibendung ketika makin lama makin banyak pihak yang terlibat di Stairway. Ingin cari jawaban sendiri, tapi tak menemukan celah yang tepat.
Derap kaki melangkah makin dekat ke arah meja bar. Kaki jenjang berbalut jeans abu-abu mencuri perhatian karena motifnya yang sobek di bagian lutut. Oh, trend anak muda. Yukiko mengabaikannya lagi setelah minatnya hilang sudah. Kemudian, satu ketukan tak terduga di atas meja bar membuyarkan lamunannya. Si pelaku, seorang pemuda berbalut celana jeans abu-abu tadi, beralih merapatkan jaket putihnya saat melihat reaksi Yukiko, tersenyum miring. Senyum itu Yukiko artikan sebagai sesuatu yang berbahaya. Dahinya spontan mengernyit. Matanya menyipit waspada.
"Ada yang bisa kubantu?"
Dia berusaha ramah seperti saat melayani pengunjung lain. Ini restoran dan dia yakin semua orang yang masuk ke sini punya urusan dengan perut mereka, dan kebetulan seleranya dimsum. Yukiko tak akan menyalahkan pengunjung jika ada yang protes makanannya tidak enak. Mungkin lidah mereka tidak cocok dengan cita rasa yang dia sajikan di restoran ini. Tapi untuk ukuran remaja dengan wajah bak anak berandalan di depannya, hal itu terlalu mustahil. Yukiko yakin pemuda ini baru saja masuk, belum memesan apa pun sejak kedatangannya kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...