Chapter 20: The Past And Present

3 0 0
                                    

Sedan hitam yang Yuuri kendarai berhenti tepat di area pantai familiar yang selalu dia kunjungi bersama Sakura. Di waktu malam begini, ombak yang menggulung ke pantai Kotohiki menjadi lebih besar. Angin laut yang kencang menerbangkan helai rambut keduanya. Sakura merapatkan jaket merah mudanya sambil sesekali meniup tangan yang mulai dingin.

Besok tanggal 1 Maret, hari pernikahan mereka.

"Musim semi akan segera datang, kuharap itu akan segera menyingkirkan hawa dingin yang tersisa ini." Yuuri merentangkan tangannya sambil menikmati sentuhan angin yang membelai tubuhnya.

Sakura mengangguk setuju. "Iya. Musim dingin tahun ini benar-benar sangat buruk. Aku mengejar penjahat setiap waktu."

Sebuah tepuk lembut di kepalanya menjadi respon Yuuri setelah Sakura menyelesaikan kalimat. Dia terkekeh mematai calon istrinya yang terlihat bahagia, namun masih ada rasa frustrasi yang tertinggal. Dia mengerti kenapa Sakura menjadi sangat pusing sekarang. Ini bukan hanya tentang kasus dan penjahat biasa, namun mereka penjahat yang ada hubungannya dengan Klan Komatsu. Dua di antara mereka, Hanaya Junji dan Peter Arilson, bahkan adalah teman baik salah satu anggota klan.

"Apa kau sudah bicara dengan bibimu?" Sakura tiba-tiba menanyakan hal lain. Pertanyaan itu membuat tepukan di kepalanya berhenti. Yuuri melamun dan memasukkan kedua tangannya ke saku jaket.

"Aku sudah coba, tapi tetap saja tidak ada gunanya. Hubungan kami rasanya sulit untuk diperbaiki seperti semula." Yuuri menghela nafas panjang. Permasalahan yang membelit dengan sang bibi juga belum terselesaikan hingga sekarang. Walaupun secara medis ibu dan calon adiknya meninggal karena kecelakaan, namun tetap saja, Yuuri masih marah pada bibinya yang saat itu memaksa ibunya untuk berdoa ke kuil di saat kondisi sedang hujan deras.

"Jika bibiku tidak memaksa ibu, hari ini pasti ibu dan adikku akan melihat kita bahagia, dan mereka akan menyaksikan pernikahan kita besok."

Melihat raut wajah calon suaminya yang berubah murung, Sakura mengulas senyum tipis. Dia mengambil tangan kanan Yuuri dari saku jaketnya dan menggenggamnya dengan erat. Pandangannya masih lurus menatap lautan yang terlihat riuh. Ombaknya seperti rasa gelisah yang tidak mudah diobati. Itu persis seperti perasaan Yuuri sekarang.

"Untuk menjadi dewasa, kita harus melangkah ke depan dan mengubur masa lalu. Tapi jika itu peristiwa yang tidak bisa atau tidak ingin kau lupakan walau menyakitkan, maka kau harus menghadapinya dan hidup dengan rasa sakit itu." Sakura berbisik sambil menyandarkan kepalanya ke pundak Yuuri.

"Tapi, Yuuri-san ... kau tidak bisa menanggung beban seberat itu sendirian selamanya. Kau harus menghadapinya atau melepaskannya. Rasa sakit yang kau rasakan mungkin juga dirasakan bibimu selama ini. Kalian hanya tidak bisa saling berbagi dan bicara dari hati ke hati. Aku yakin bibimu juga merasa bersalah atas apa yang terjadi pada kakak ipar dan calon keponakannya."

Perkataan Sakura membuat Yuuri tertegun. Dia tidak tahu kenapa gadis itu membicarakan hal yang selama ini sangat dia hindari. Ah, Yuuri mengerti. Jika itu orang lain, dia mungkin akan mendukung tindakan Yuuri, tak peduli apa pun yang terjadi. Dia juga mungkin akan menyalahkan bibi Yuuri seperti dirinya. Tapi Sakura tidak. Dia berbeda. Dia akan membenarkan apa yang menurutnya salah dan mencoba untuk memperbaikinya. Dia selalu hidup dengan rasa sakitnya dan berusaha menghadapi ketakutannya seorang diri.

"Kumohon bicaralah lagi dengan bibimu nanti. Aku akan membantumu untuk memperbaiki hubungan kalian." Sakura memejamkan matanya. Rasa nyaman menjalar di sekujur tubuhnya ketika pemuda di sebelahnya memeluknya dengan erat seraya mengucapkan terima kasih. Itu hanya ucapan singkat, namun sangat berarti bagi Sakura.

"Sakura-san, besok pakailah kalung ibuku. Aku ingin melihatmu memakainya di acara pernikahan kita." Yuuri tersenyum sembari membayangkan bagaimana cantiknya Sakura dengan kalung itu.

Path Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang