Chapter 35: Fierce Fight

0 0 0
                                    

Pasangan suami istri yang baru berpisah selama beberapa jam itu langsung saling menghambur untuk memberi pelukan. Jika Ogami atau Chikara ada di sana, mereka pasti akan langsung mengejek Sakura. Syukurlah anak-anak itu belum tahu tentang masalah ini.

Tapi sejujurnya Sakura agak merindukan kebisingan mereka. Biasanya, bocah-bocah itu akan terus mengekorinya saat tengah menangani kasus.

"Sakura-san, aku sangat cemas. Syukurlah kau baik-baik saja." Dada Yuuri masih terasa berdebar-debar bahkan setelah dia memeluk tubuh istrinya.

"Antingmu jatuh, jadi aku pikir kau sedang mendapatkan masalah."

"Jangan bilang begitu. Aku bisa menjaga diriku, kok." Sakura tersenyum pada suaminya, mengelus lembut kedua belah pipi Yuuri. Raut wajah suaminya terlihat sangat lelah. Masalah tentang kematian sahabatnya sudah sangat memukulnya. Sakura tidak bisa memberitahu Yuuri tentang Hirashi Masaki sekarang.

"Di mana Ryouga? Apa dia sudah pulang ke rumah?" Sakura mencari keberadaan adik iparnya yang tidak terlihat di sana. Biasanya, Ryouga akan langsung menghampirinya dan menanyakan kondisinya.

Yuuri menunjuk mobilnya. "Dia tertidur, kelihatannya sangat lelah. Tadi dia panik dan tidak berhenti memanggil namamu saat berusaha mencarimu, lho. Aku belum pernah melihatnya bersikap seperti itu. Kau benar-benar telah berhasil memenangkan hatinya, Sakura-san."

Sakura ikut melirik ke arah mobil Yuuri, lalu mematri senyum tipis di wajahnya. Bocah keras kepala itu rupanya sudah mulai memberi Sakura tempat di hatinya sekarang. Buktinya dia terlihat cemas saat dia menghilang.

"Yasudah, biarkan saja dia tertidur. Apa kau ingin duduk di sini sebentar?" tanya Sakura kemudian.

Yuuri mengangguk pelan. Atensinya kemudian tertuju pada mobil putih yang terparkir di depan rumah kaca mereka. "Kenapa Urahara tidak turun dari mobilnya?" Dia melihat kaca jendela depan Jiyuu terbuka, menunjukkan wajah gadis itu yang tanpa ekspresi. Dia tampak enggan keluar dan duduk manis di mobilnya serta mengabaikan mereka.

"Tidak apa-apa. Jiyuu juga merasa kehilangan. Dia sedih untuk kematian seniornya. Sekarang suasana hatinya sedang tidak begitu baik, jadi tolong jangan ganggu dia dulu, ya."

Permintaan Sakura langsung dijawab dengan anggukan singkat dari suaminya. Sejujurnya, tanpa Sakura minta pun, Yuuri tidak akan berani mengganggu Jiyuu saat suasana hati gadis itu sedang buruk. Sikapnya sudah terlihat jelas di Sekolah Dasar. Kalau dia berani macam-macam, dia tidak akan selamat.

"Kalau begitu ayo kita duduk." Yuuri menarik tangan Sakura dengan lembut untuk duduk di teras rumah kaca mereka. Keduanya menikmati embusan angin laut yang sejuk. Walaupun hari di musim gugur itu cukup terik, mereka tidak merasa terganggu. Tragedi menyakitkan yang sangat mendadak itu membuat keduanya sangat terpukul, terutama Yuuri.

"Yuuri-san, maaf jika ini sangat sensitif. Tapi aku udah benar-benar ingin tahu. Apa yang polisi katakan tentang kasus penyerangan itu?" Sakura menatap Yuuri dengan cemas ketika dia melontarkan pertanyaannya. Sebagai detektif, dia sangat ingin tahu tentang kelanjutan kasus yang menewaskan Shinra. Tapi, si sisi lain dia juga tidak ingin menyakiti hati suaminya.

Yuuri menoleh, berusaha mengulas senyum tipis setelah mendengar pertanyaan istrinya.

"Mereka bilang mereka akan segera mencari pelakunya. Walaupun aku sudah menjelaskan secara detail tentang kejadian itu dan tentang identitas pelakunya, mereka langsung bungkam saat mendengar nama Handa Aruto. Aku tidak heran, Sakura-san. Dia adalah pemimpin klan mafia, sudah jelas koneksinya banyak. Polisi tidak akan mau berurusan dengannya, apalagi Shinra hanya warga biasa, bukan orang yang memiliki jabatan penting di kota ini."

Path Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang