Tanggal 21 Februari.
Pematik api menyala terang, cahaya panas itu berpindah ke sumbu lilin di atas kue tart, selanjutnya ditiup hingga hanya satu cahaya yang tersisa. Di belakang kue dan lilin yang menyala, sosok lainnya tersenyum lembut, memejam mata sambil mengepal erat kedua tangannya untuk mengucapkan sebuah permohonan.
Selesai memohon pada Dewa, ia kembali membuka matanya. Lilin yang menyala ditiup pelan, membuat cahaya panas itu hilang di udara, menyisakan tepuk tangan dari sosok yang menyalakan lilin, tersenyum manis.
"Selamat ulang tahun, Yukiko-san."
****
Rumah familiar di depannya tampak ramai hari ini. Yukiko sengaja datang ke sini setelah ia dihubungi oleh Sakura untuk menemuinya di rumah Matthew. Rumah yang pernah menjadi saksi bisu kemarahannya pada pemuda berdarah Denmark itu. Rumah yang punya kenangan tidak menyenangkan bagi Sakura juga, yang pernah menyaksikan bagaimana kejamnya sosok Matthew Arilson.
Gadis di depannya kemudian menyerahkan sebuah kunci padanya, membuat Yukiko mengernyit bingung tak paham maksud.
"Kunci apa ini, Sakura-san?"
Sakura melirik ke arah Gun sebelum dia menjawab.
"Matthew bilang, di ruang bawah tanah rumah ini ada sebuah kamar pribadinya. Dia menyiapkan hadiah untukmu di kamar itu. Katanya aku tidak boleh memberikan kunci ini sebelum tanggal ulang tahunmu," jelasnya.
"Aku bertanya pada Gun kapan ulang tahunmu, lalu dia bilang kalau kau ulang tahun tanggal dua puluh satu Februari. Itu hari ini, 'kan? Jadi, kunci ini sekarang milikmu."
Memperhatikan Sakura dan Gun yang tersenyum padanya secara bergantian, Yukiko pelan-pelan mengambil kunci yang Sakura tunjukkan padanya.
"Terima kasih. Aku akan segera melihatnya."
Walaupun Matthew sudah berkali-kali menyakitinya, tetap saja masih banyak pertanyaan yang belum terjawab di kepala Yukiko, tentang pemuda yang pernah jadi kekasihnya itu. Berusaha sekeras apa pun, dia tetap tidak bisa menemukan jejaknya hingga kini.
"Apa kau sudah menemukan Matt?"
Pertanyaan Yukiko direspon gelengan oleh Sakura.
"Belum. Kepolisian masih berusaha mencarinya. Sepertinya dia masih ada di sekitar sini, hanya saja, penjahat itu bersembunyi dengan sangat baik." Sakura melirik Yukiko ketika menyebutkan kata penjahat.
Ekspresi wajah gadis itu berubah murung, seperti menunjukkan sebuah kekecewaan. Kecewa pada Matthew yang telah membohonginya, dan juga kecewa pada dirinya sendiri karena telah berubah menjadi seperti ini.
"Aku minta maaf untuknya," Yukiko membungkukkan badannya, "Kuharap pihak kepolisian bisa segera menemukannya."
Yukiko merasakan sebuah tepuk lembut mendarat di bahunya. Itu ulah Sakura. Gadis detektif itu tersenyum tipis dan mengangguk.
"Lihat dulu hadiahmu ke dalam. Aku akan menunggu di sini untuk jaga-jaga, karena ...." Mata Sakura berubah tajam, "Aku tidak bisa menebak, hadiah apa yang Matthew siapkan untukmu."
Setidaknya, setelah semua yang terjadi, Yukiko bisa memercayai Sakura sekarang, begitu pun sebaliknya. Gadis itu mengangguk, ekor matanya kemudian melirik seseorang yang bersandar di depan mobil beberapa meter tak jauh dari mereka. Sosok itu memakai kacamata hitam, melipat tangannya di dada sambil menatap ke arah Yukiko dan Sakura.
"Kau masih berhubungan dengan Amado Yuuri, ya?"
Pertanyaan Yukiko membuat Sakura mengerjap sambil menunjuk Yuuri dengan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...