"Hanaya Junji tidak ada hubungannya. Tapi judi ilegal ada hubungannya. Karena pelakunya ada di Stairway."
Banyak hal yang Yuuri lewatkan. Dia tidak tahu-menahu soal ini. Instingnya seperti tidak berfungsi dengan baik. Stairway adalah tempat paling aman yang dia yakini selama ini. Polisi bahkan sulit melacaknya. Di sana orang-orang dengan latar belakang berbeda berkumpul. Hanya satu yang sama; keserakahan yang mereka punya. Yuuri sama sekali tidak tertarik dengan harta yang diperebutkan. Dia hanya peduli tentang reputasi dan kemampuannya. Tak pernah dia sangka, tempat itu berubah menjadi sarang monster dan menyimpan teror di tiap sudut yang membuat siapapun harus ekstra waspada ketika menginjakkan kakinya di sana.
"Kau bilang pertama kali bertemu dengan Peter Arilson, dia sedang main badminton dengan seseorang, 'kan? Apa yang kau maksud adalah Matthew Arilson?" Yuuri mengganti pertanyaannya. Cukup muak dengan jawaban tak pasti. Lebih banyak menanyakan yang lebih sederhana--setidaknya, dia mungkin tahu sedikit tentang tujuan mereka jika Shinra yang mengatakannya--.
"Bukan," satu lagi jawaban tak terduga yang keluar dari mulut sahabatnya hingga membuat Yuuri bungkam lagi.
"Dia bukan Matthew Arilson. Dia adalah orang yang Hanaya Junji tunggu kedatangannya di Stairway."
Tak ada respon dari Yuuri. Itu sungguh sebuah pernyataan yang membuatnya menebak-nebak lagi.
"Siapa?"
****
Srek.
Dua lembar foto dilempar ke atas meja seperti kartu. Seorang pemuda tampan yang duduk di hadapan Peter Arilson meringis lalu menyeringai kecil menyaksikan tindakan bosnya. Pria yang sudah lama memimpin tim Guardian itu sangat peka dan berbahaya. Pemuda itu tahu, bahwa kedatangannya kali ini pun tak akan jauh berbeda. Pasti dia akan mendapat tugas yang berbahaya lagi.
Dia mengambil dua lembar foto yang barusan dilempar, memperhatikan sosok yang tersenyum lugu di sana. Orang yang sama, dengan sisi yang berbeda. Foto pertama menampilkan sosoknya dengan pakaian kasual sedang tersenyum manis, sementara foto yang satu lagi menampilkan sosoknya saat tengah bermain bulutangkis di tempat yang cukup asing buatnya.
"Oh, apa ini tempat yang Bos sebut sebagai Stairway?" tanyanya memastikan, memutar foto kedua di tangannya. Foto pertama membuatnya cukup takjub. Sosok yang tersenyum itu sangat manis, dan punya kulit yang sangat putih.
Peter Arilson mengangguk di tempatnya tanpa merubah posisi, ikut melirik sosok dalam foto yang pemuda tampan itu tunjukkan di hadapannya.
"Namanya Yukiko. Hanaya Yukiko. Dia bertarung di Stairway atas perintah pamannya, Hanaya Junji. Tapi bukan itu masalahnya," Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada, menghela nafas berat.
"Dia adalah kekasih Matt, dan aku tidak bisa menyingkirkannya."
Jawaban itu membuat si pemuda tampan mengerjap di tempatnya. Dia bersandar pada pinggiran sofa, kembali menunjukkan seringainya.
"Oh, apa Bos tidak tega melakukannya? Dia hanya perempuan muda yang kelihatan masih lugu. Kau ingin aku menghabisinya untukmu?"
"Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan." Peter membuat gestur agar pemuda itu berhenti menebak terlalu tajam. "Aku hanya minta kau untuk membuat mereka berpisah."
Gelak tawa terdengar dari yang lebih muda. Pemuda tampan di hadapannya belum berhenti menatap foto kedua yang Peter tunjukkan. Selanjutnya, seringai itu hilang. Wajahnya menjadi dingin dan dia menatap sangat tajam ke arah Peter
"Apa kau sedang merendahkanku? Pekerjaan menjijikan macam apa itu?"
Merasa tidak terima karena bukan itu seharusnya yang dia lakukan di sini. Peter memberinya sebuah pekerjaan penting, dan tugas itu sudah selesai. Sekarang, pekerjaan kedua yang harus dia lakukan. Ini yang dia maksud? Tidak bermutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...