Chapter 19: Son in-law's Day Care

2 0 0
                                    

Amado Yuuri bersumpah dia tidak pernah mencuci baju dan menjemurnya sendiri seumur hidupnya. Semua dilakukan pelayan di rumahnya dengan telaten. Tapi hari ini, sehari tepat setelah hari pertunangannya dengan Sakura, dia melakukan semuanya. Bukan hanya mencuci dan menjemur, dia juga mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah tangga. Dia menyapu lantai, mengepel, membersihkan perabotan, mencuci piring, bahkan menjemur kasur dan memasak.

Tuan Hiroshi duduk manis di ruang tamu sambil meminum teh yang baru saja Yuuri seduh beberapa saat yang lalu. Itu sudah teh ketiga yang dia sajikan hari ini. Yang pertama diminum Maito, dan yang kedua diminum Kiba. Teh ketiga diberikan pada Tuan Hiroshi setelah makan siang.

"Teh buatanmu enak, tapi tidak seenak buatan menantu perempuanku." Tuan Hiroshi bergumam sembari menatapnya dengan cukup tajam. Yuuri langsung meminta maaf dengan suara yang gugup.

Melihat reaksi itu, Tuan Hiroshi terkekeh. "Aku hanya bercanda, Yuuri, teh buatanmu enak."

Yuuri masih menunduk dan tak mampu menatap calon mertuanya. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Jujur saja, selama ini hidupnya terlalu bebas. Dia hanya bicara formal dengan ayah dan bibinya. Yuuri selalu bicara tidak sopan pada orang yang dia benci. Dia juga selalu mengatakan hal konyol di depan teman-temannya. Saat bicara dengan Hanaya Junji, dia terlalu kaku dan terlihat seperti anak buah. Di sini gaya bicara seperti apa yang harus dia tunjukkan. Dia sangat bingung.

Tuan Hiroshi tiba-tiba menepuk pundaknya hingga putra klan mafia itu langsung mengangkat wajahnya.

"Kau tahu, aku melalukan ujian seperti ini agar aku tidak merasa cemas lagi. Laki-laki yang menikahi putriku harus bertanggung jawab dan bisa melakukan segala hal sepertinya. Aku tidak mau putriku saja yang mengurusmu, aku ingin kau juga mengurus putriku." Wajah tegas Tuan Hiroshi pelan-pelan sirna. Pemimpin Klan Komatsu itu mulai mematri senyum di wajahnya.

"Maito selalu menetapkan standar yang tinggi untuk calon adik iparnya. Dia ingin adik ipar yang lebih hebat darinya dalam bela diri. Sementara Kiba, dia lebih sederhana dan realistis, dia ingin adiknya memiliki suami yang mencintai dan selalu menjaganya. Ibunya Sakura selalu ingin menantu yang tampan dan tulus, sedangkan aku ... aku ingin orang yang bersungguh-sungguh, karena putriku adalah segalanya bagiku. Jika dia tidak bahagia, maka ayahnya ini akan hancur."

Sejenak, Yuuri tertegun dengan ucapan calon mertuanya. Dia memang tidak pernah punya saudara perempuan, tapi dia mengerti perasaan Tuan Hiroshi. Jika dia adalah Maito atau Kiba, dia juga pasti akan berpikiran sama tentang calon suami adiknya. Dia juga mengerti dengan jalan pikiran ibu Sakura. Nyonya Harumi ingin menantu yang bisa dia banggakan karena kebaikan hatinya, dan Yuuri akan mencoba sebaik mungkin untuk mewujudkannya.

"Aku bukan orang yang sempurna, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi keinginan kalian." Yuuri tersenyum ke arah Tuan Hiroshi. Pria paruh baya itu hanya mengangguk sambil memejamkan matanya.

"Aku tidak akan terlalu keras padamu, tapi aku tidak jamin anak sulungku juga akan melakukan hal yang sama."

Ketika mendengar respon dari sang calon mertua, Yuuri langsung sedikit pucat. Sudah bisa dia bayangkan jenis 'ujian' seperti apa yang akan diberikan pria itu padanya.

Saat Yuuri larut dalam lamunan, langkah pelan seorang wanita dengan balutan kimono bunga hijau masuk ke dalam ruang tamu berhenti di depan mereka. Wanita itu memberikan senyum manis pada Yuuri, kemudian menyajikan sepiring kue dango di atas meja.

"Ini kuemu, Ayah mertua." Dia bicara dengan bahasa yang formal seperti Sakura. Gerak-geriknya juga mirip. Yuuri sadar kalau perempuan di rumah ini bersikap sangat sopan dan lemah lembut, namun kelihatannya mereka juga sangat waspada dan tangguh.

Path Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang