"Kalau ada waktu, datanglah ke tempat yang kusebutkan. Kau mungkin akan bertemu dengan seseorang yang selama ini tidak pernah memberikan kejelasan apa pun padamu."
Hanaya Yukiko mengucapkan kata-kata yang tertulis di ponselnya. Itu adalah pesan dari Sakura, yang memintanya untuk datang ke sebuah lahan yang berjarak satu kilometer dari area Pantai Kotohiki tempat di mana rumah kaca milik Yuuri berdiri kokoh. Itu hanya sebuah lahan kosong yang harusnya tidak bermakna apa pun kecuali luas dan harganya, tapi tempat itu berkaitan erat dengan Yukiko.
" .... aku mendapatkan informasi ini dari Bibi Midori, dan dia mengizinkanku untuk memberitahukannya padamu. Setelah kau pergi ke sana, nanti malam tunggu aku di restoranmu, ada kabar baik yang ingin kuberitahu padamu secara langsung." Yukiko melanjutkan kalimat itu. Dia tersenyum lembut setelah menyelesaikannya, menebak kabar baik apa yang detektif itu punya untuknya.
Langkah kaki gadis itu semakin jauh menyusuri bibir pantai. Beberapa meter di atas bukit, lahan seluas 4 hektar terpampang jelas. Lahan itu sepertinya belum pernah digarap untuk apa pun. Yukiko berjalan semakin dekat ke arah sana, ingin memastikan sendiri kalau apa yang Sakura bilang memang benar.
Tap. Tap.
Yukiko berhenti ketika melihat punggung seseorang yang begitu familiar di sana. Orang itu tengah melihat ke arah lain, sepertinya belum menyadari keberadaan Yukiko.
"Selamat sore."
Yukiko menyapanya dengan canggung. Dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Apakah 'selamat sore' terkesan terlalu formal dan sopan. Mengingat bagaimana rumitnya hubungan mereka di masa lalu, Yukiko enggan untuk bersikap sopan pada awalnya. Tapi karena dia tidak tahu harus seperti apa, akhirnya hanya itu kata yang bisa keluar dari bibirnya.
Pria yang dipanggil langsung menoleh saat mendengar suara familiar itu. Senyum lembut yang terlukis di wajahnya membuat Yukiko membeku dalam sekejap. Dia belum pernah melihat pria itu tersenyum lembut seperti itu. Seingatnya, dulu hanya ada ekspresi kaku dan juga senyum licik yang selalu menghiasi wajahnya. Kalau tidak, raut wajahnya akan terkesan sangat dingin disertai sorot mata tajam bak seorang pembunuh.
"Ternyata benar kata Midori, hari ini seseorang yang akan datang menemuiku di sini." Dia berucap pelan, membuat Yukiko menelan ludah dan nyaris mundur beberapa langkah, takut pria ini akan melukainya. Tapi kalau dilihat dari gestur dan reaksinya barusan, dia pasti hanya ingin bicara saja seperti yang Sakura katakan.
"Lama tidak bertemu, Paman Peter." Yukiko kembali berucap, kali ini langsung menyebut namanya. Dia belum pernah bicara sedekat ini dan sebebas ini dengan sosok di hadapannya. Sosok Peter Arilson yang selama ini selalu dia takuti sekaligus dia benci. Orang yang membuat hubungannya dan sang paman berantakan. Orang yang telah menghancurkan kehidupan cintanya dengan kekasihnya di masa lalu. Tapi saat melihat sorot matanya hari ini, Yukiko bisa merasakan kalau pria itu masih memiliki sedikit kebaikan di hatinya. Pria itu juga tersakiti. Pria itu juga memiliki masalah yang tidak bisa dia ungkapkan pada orang lain. Dan pria itu juga mungkin memiliki ikatan yang kuat dengan Matthew Arilson, tetapi tidak bisa menunjukkannya. Dia mungkin sama menyesalnya dengan Hanaya Junji, atau bahkan lebih besar.
"Aku tidak menyangka kau benar-benar akan menemuiku di sini, Yukiko. Kuharap kita bisa berbicara seperti ini di waktu yang lebih awal. Sekarang, bahkan saat kita bisa bicara dengan suasana tenang seperti ini, aku sama sekali tidak bisa mengembalikan kebahagiaanmu."
Ada banyak hal yang ingin Yukiko tanyakan padanya, terutama seputar Gun Thanawat. Dia penasaran, apakah Peter adalah orang yang sudah memberikan perintah pada Matthew untuk membunuhnya, atau itu murni tindakan Matthew karena dia merasa cemburu. Gadis itu juga ingin tanya, kenapa Peter tidak menyerahkan diri ke polisi. Kenapa dia membiarkan keponakannya terkurung dalam jeruji besi, sementara dia masih bebas berkeliaran di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Path Of Life
RomanceTakdir menarik keduanya bak kutub magnet, menciptakan benang merah yang sulit mengendur walau mereka ada di jalan yang berbeda. Mungkinkah dua insan yang berdiri di persimpangan akan bergandengan menempuh jalan yang sama. [Adult romance, crime, badm...