Chapter 37: Friends

0 0 0
                                    

Buku-buku yang tergeletak di lantai cepat-cepat dibereskan kembali ke rak kayu yang telah dibersihkan. Nami melakukan kegiatan itu sejak tiga puluh menit yang lalu karena merasa sangat bosan berada di kediaman Klan Amado. Sampai sekarang, orang-orang di rumah ini tidak tahu kalau dia ada hubungannya dengan Klan Handa. Kecuali Yuuri, Sakura dan Ryouga, mereka menganggap Nami hanya teman sekolah Ryouga saat di Osaka dan sedang menginap di sini untuk menyelesaikan tugas kuliahnya.

Nami tidak tahu ke mana perginya semua orang hari ini. Dia tidak melihat siapa pun. Bahkan Sakura yang selalu memasak di dapur bersama bibi Yuuri juga tidak terlihat pagi ini. Kelihatannya mereka semua sedang sibuk. Apalagi kemarin dia mendengar bahwa salah satu mantan anak buah Peter Arilson yang juga merupakan sahabat Yuuri meninggal dunia akibat diserang oleh Klan Handa.

"Aku tidak bisa terus berdiam diri seperti ini. Jika keadaan sama sekalin tidak membaik, aku juga harus melakukan sesuatu." Nami bergumam pada dirinya sendiri. Entah kenapa, dia merasa tidak berdaya karena hanya bisa meminta perlindungan pada Yuuri.

Di hari yang sunyi seperti ini, Nami tiba-tiba teringat seseorang. Sosok itu, yang selalu membuatnya tersenyum bahkan ketika dia masih terjebak dalam judi ilegal.

"Ogami, bagaimana kabarmu sekarang, ya?" Nami bertanya entah pada siapa. Lamunannya menangkap sosok Ogami yang terus mengusik pikiran. Sudah cukup lama sejak dia menemuinya di rumah ini.

Nami membiarkan lamunannya buyar beberapa detik kemudian, menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Dia tidak boleh memikirkan Ogami sampai sebegitunya. Mereka 'kan cuma teman biasa.

Tanpa Nami sadari, di balik pintu kayu yang sedikit terbuka Ryouga tengah menatapnya dengan sebuah senyum tipis. Pemuda itu tidak berani untuk melangkah ke dalam dan menyapa gadis itu. Aneh. Padahal biasanya dia akan langsung berisik saat melihat Nami dan mengatakan segala hal padanya. Tapi kali ini Ryouga hanya bisa membeku di tempatnya berdiri sembari mengagumi kecantikan gadis itu dari samping.

"Kau pasti sedang bahagia, Ryouga."

Pemuda berambut merah itu sontak mengerjap dan mengalihkan atensinya. Suara baritone familiar yang barusan berucap itu rupanya berasal dari pamannya yang kini berdiri di satu meter di sebelahnya. Pemimpin Klan Amado itu mematri senyum misterius yang membuat Ryouga tidak mengerti.

"Kau di sini, Paman," ujar Ryouga, agak salah tingkah karena merasa baru saja dipergoki.

Amado Daishinji menepuk-nepuk pundak keponakannya sambil terkekeh pelan. Keberadaan mereka belum juga disadari Nami, membuatnya ikut menatap gadis itu dan keponakannya secara bergantian.

"Kau tidak pernah menatap siapa pun selembut itu, Ryouga. Kau bahkan tidak selalu menuruti kata-kata ayah dan ibumu. Saat kau bicara dengan adikmu, kau juga tidak bisa bersikap lembut. Lalu, apa yang kulihat hari ini? Kau tersenyum sambil menatap teman perempuanmu? Itu bukan hal yang biasa."

Kata-kata pamannya membuat Ryouga makin salah tingkah. Dia menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu sedikit melirik Nami lagi dengan ekor matanya.

"Jangan berpikir terlalu jauh, Paman. Kami sudah lama berteman, wajar 'kan kalau aku sangat dekat dengannya," ujar Ryouga.

"Ya, kau benar. Setiap hubungan yang terjalin baik adalah hal yang wajar." Tuan Daishinji mengangguk. "Tapi, Ryouga ... ada perbedaan antara menyayangi seorang teman dan mencintai seorang teman. Aku rasa hal yang kau rasakan padanya itu adalah yang kedua. Kalau tidak, mana mungkin kau mengizinkan temanmu untuk menginap beberapa hari di sini. Aku tahu kau tidak bersikap semanis ini dengan teman perempuanmu yang lain."

Ryouga memang sangat keras kepala dan terkadang membuat banyak orang kesal padanya. Dia juga jarang di rumah, tapi setidaknya pamannya dan Yuuri tahu siapa saja lingkaran pertemanannya. Dia tidak pernah bersikap semanis itu pada siapa pun.

Path Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang