5. Terpaksa Menginap

692 24 0
                                    

Setelah dibujuk oleh Mas Wira sedemikian rupa, akhirnya aku pun bersedia ikut masuk ke dalam. Kami berdua kemudian duduk di lobby hotel guna menunggu seseorang yang Mas Wira maksud.

Tak lama kemudian, pria setengah baya berjalan menghampiri kami. Mas Wira pun bangkit, demikian juga aku.

Tangan Mas Wira terulur menyalaminya.

"Kenalkan, ini istri saya, Pak."

Hatiku lagi-lagi kembali menghangat mendengar pengakuan Mas Wira barusan. Rasanya aku merasa dihargai dan juga diakui.

"Oh, Pak Wira sudah menikah ternyata. Saya kira ini tadi pacarnya," sahut bapak itu tersenyum sembari menjabat tanganku.

"Baru satu minggu lebih kami menikah, Pak," ucap Mas Wira.

"Wah pengantin baru ternyata," timpal sang bapak. Mereka kemudian membicarakan masalah pekerjaan. Aku menyibukkan diri dengan pura-pura memainkan ponsel agar tidak tampak terlalu menganggur. Meskipun hanya scrol-scrol tidak jelas karena ponselku kehabisan pulsa dan juga kuota internet.

"Sekali-sekali menginap di hotel ini, Pak. Cocok untuk pengantin baru seperti kalian yang ingin berbulan madu. Bapak tau Danau Air Tawar yang ada di sana? itu bisa kelihatan kalau dilihat dari balkon kamar. Selain itu ada juga taman bunga di sekeliling hotel ini. Yah, viewsnya sangat indah kalau dilihat dari atas. Pokoknya recomended." Bapak itu berbicara dengan sangat antusias seraya mengacungkan kedua ibu jarinya.

Aku mendadak salah tingkah mendengar penuturannya barusan. Tak pernah terlintas di benakku sedikit pun mengenai berbulan madu.

Kulihat Mas Wira melirikku sekilas, kemudian dia tertawa menyahuti ucapan sang bapak.

"Nanti kapan-kapan akan kami pikirkan lagi, Pak. Kalau untuk sekarang, kami belum memikirkan hal tersebut. Sebab, akhir-akhir ini saya sangat sibuk di kantor."

"Jangan terlalu gila kerja, Pak. Sesekali luangkan waktu untuk liburan berdua dengan pasangan. Udara di sekitar daerah ini cukup sejuk. Biasanya cepat jadi." Bapak tersebut sedikit berbisik di kalimat terakhirnya.

Meskipun berbisik, telingaku masih dapat mendengarnya. Entah kenapa mendadak hatiku menjadi sedih. Aku lalu menundukkan wajah.

"Terimakasih atas sarannya, Pak," sahut Mas Wira.

Setelah berbasa-basi sejenak, bapak itu pun permisi dan meninggalkan kami naik ke lantai atas.

"Jangan terlalu di pikirkan. Pak Yohanes memiliki saham di hotel ini, jadi ya mungkin sekalian promosi," ucap Mas Wira.

"Ayo, kita pulang," ajaknya lagi.

Kami pun berjalan keluar hotel.

Lagi, Mas Wira melakukan adegan seperti tadi saat kami memasuki hotel. Pria itu kembali melepas jasnya dan menggunakannya untuk memayungi kepalaku. Kami berlari kecil menuju mobil. Dadaku berdetak indah sebab perlakuannya.

"Sial! mobilnya mogok. Aku lupa untuk men-servisnya kemarin!" umpat Mas Wira seraya memukul kemudi.

Ia mencoba menstarternya berkali-kali, namun nihil. Mesin mobil tak juga menyala. Sementara hujan diluar semakin turun dengan deras.

"Tak ada cara lain, terpaksa kita menginap di sini dulu untuk sementara," ucap Mas Wira tanpa melihatku.

"T-tapi, Mas. Gimana dengan pesanan mama? Aku takut mama nungguin," sahutku.

Terdengar decakan kecil yang lolos dari bibirnya.

"Sejak tadi itu terus yang kamu takutkan. Lagi pula apa langsung mau dipakai sama mama? apa mama sudah tak punya stok belanjaan lagi di rumah?"

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang