Kisah Dari Diary Usang

620 24 1
                                    

Iseng, aku lalu membuka lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan barang-barang lamaku. Dari mulai pernak-pernik, kemudian buku-buku pelajaran semasa SD, SMP, maupun SMA, semua kusimpan rapi di dalam lemari tersebut.

Kubuka dan kuperiksa satu per satu barang 'bersejarah' penuh kenangan yang telah menemaniku dari masa ke masa itu.

Tanganku meraih sebuah buku diari zaman SMA milikku yang masih tampak rapi meskipun sudah lama tak tersentuh. Bibirku menyunggingkan sebuah senyum tipis kala membuka lembaran demi lembaran kertas yang mulai tampak usang tersebut. 

Bukan kisah percintaan. Melainkan sebuah barisan tulisan konyol teman-teman sekelasku yang menuliskan tentang data dirinya.

Secara tak sengaja, aku menemukan selembar foto yang terselip di antara lembaran kertas tersebut. Lagi-lagi aku tersenyum melihatnya. Sebuah foto diriku bersama dengan seorang teman lelaki yang bernama Yudha. 

Dia adalah kakak kelasku. Lelaki berkaca mata dan bertubuh sangat subur. Kulitnya putih bersih, orangnya sangat ramah, dan murah senyum. Pipinya tembam, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan mencubiti pipinya karena gemas. Namun tidak termasuk aku yang pemalu. 

Aku mengenalnya ketika kami sama-sama menunggu jemputan sepulangnya dari sekolah. Sejak itu, kami pun mulai akrab. Jujur, aku sangat menyukai kepribadiannya yang tidak minderan meskipun banyak teman-teman satu sekolah yang kerap kali meledek fisiknya. 

"Angka sepuluh lewat, haha!" Salah satu ejekan yang sering kudengar ketika kami sedang jalan berdua. Akan tetapi, Yudha tak menggubrisnya sama sekali.

"Yessi mana mau sama loe, Yud! Gembrot, sih! Haha!" Hebatnya, dia cukup membalasnya hanya dengan senyuman. 

Kata-kata seperti gorilla, kingkong ganas, Pak Kasur, tahu bunting, dan lain-lain adalah ejekan yang sering kali disematkan oleh teman-temannya untuk Yudha. Meskipun begitu, Yudha termasuk salah satu siswa yang pandai.

Pada suatu hari, sebuah tragedi mengenaskan pun terjadi. Kami, beberapa siswa yang sedang duduk menunggu jemputan di luar gerbang sekolah termasuk aku dan Yudha, tiba-tiba dibuat kocar-kacir ketika dari arah depan muncul gerombolan siswa yang sedang melakukan tawuran. Mereka berlari sambil membawa senjata tajam. 

Tentu saja kami keget bukan main. Takut kalau jadi korban salah sasaran, kami pun ikut berlari mencari tempat aman. Namun, gerombolan itu malah mengira jika kami adalah lawan. Mereka pun mengejar kami secara membabi buta. Sementara aku berlari ketakutan hingga tidak sempat melihat ke belakang lagi. 

Tiba-tiba terdengar suara temanku yang bernama Mira memekik kencang,

"Yessi! Awaaasss!"

Aku sontak berhenti dan refleks melihat ke belakang. Napasku seketika ikut berhenti ketika melihat Yudha telah tergeletak di jalan dengan punggung bersimbah darah. 

Mereka, para gerombolan siswa kurang kerjaan itu sudah seperti zombi. Tak peduli jika yang disabetnya barusan adalah korban salah sasaran, mereka hanya meninggalkannya begitu saja dan dengan kejamnya terus berlari mencari mangsa lagi.

Mira dan teman-teman yang lain, serta beberapa warga berlari mendekati Yudha. Sementara aku masih berdiri terpaku mencerna semuanya.

"Yessiii! Yudha mati!" teriakan Mira menyadarkanku dan membuatku seketika langsung berlari ke arahnya.

Mira sangat shock, ia menangis melihat Yudha sudah tak sadarkan diri. Salah satu warga memeriksa denyut nadi pergelangan tangan Yudha.

"Belum, Nak. Insya Allah teman kamu belum meninggal. Ayo, cepat! Kita bawa ke rumah sakit," ujarnya sambil mencoba memapah tubuh Yudha dibantu dengan yang lainnya.

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang