Saling Menebak Rasa

616 24 0
                                    

Jantungku kian bertalu-talu. Sampai-sampai aku bisa mendengar suara degup jantungku sendiri. Siapa pemilik nomor ini?

Foto profilnya kosong, bahkan namanya saja tidak ada. Sepertinya memang sengaja tidak ditulisnya. Kusentuh tombol hijau guna memanggil si pengirim foto tak bernama. Hanya berbunyi tut ... tut ... tut .... Namun sepertinya tidak aktif.

Apakah ini nomor baru Mas Wira? Menurut pengakuannya bukankah dia yang telah memerkosaku? Tapi untuk apa dia mengirimiku gambar ini? Apakah dia bermaksud menerorku? Tidak mungkin. Mas Wira tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti ini.

Apakah kutelepon Mas Wira saja, ya? Aku ingin menanyakan hal ini padanya. Namun ketika aku sudah bersiap meneleponnya, tiba-tiba saja aku urung melakukannya. Aku tidak boleh gegabah. Sebaiknya, kucari tahu dulu sembari diam-diam menyelidiki Mas Wira. Apakah benar dia pengirimnya?

***

Jam menunjukkan angka lima tatkala Mas Wira sampai di rumah. Wajahnya terlihat tegang bercampur lelah tak seperti biasanya. 

Ia hanya tersenyum sekilas ketika aku menyambutnya. Ada apa dengannya?

"Mau langsung mandi, Mas?" 

"Boleh," sahutnya singkat sambil melepas dasinya. 

Akan tetapi, ia terlihat tidak fokus. Akibatnya, dasinya malah semakin erat ikatannya. Aku urung masuk ke kamar mandi, dan bergegas menghampirinya guna membantu melepas simpulan di dasinya.

Mas Wira sama sekali tak mau menatap mataku seperti biasanya.  Ia terlihat membuang tatapannya entah ke mana. Garis wajahnya tampak menyimpan sebuah emosi di sana.

"Mas kenapa?" tanyaku lembut.

Ia menggeleng.

"Beneran? Kalau ada apa-apa cerita. Jangan dipendam sendiri."

"Aku bilang aku tidak apa-apa!" bentaknya kasar. 

Aku sontak mundur saking kagetnya. Mas Wira tak pernah membentakku sebelumnya. Tapi kali ini ia melakukannya tanpa aku sendiri tahu apa salahku.

Ia lalu mengusap kasar wajahnya.

"M-maaf, aku sangat lelah karena banyak pekerjaan. Maafkan aku," ucapnya. Setelah itu, ia berjalan melewatiku, lalu masuk ke kamar mandi.

Ada apa dengannya? Kenapa hari ini Mas Wira tampak berbeda? 

Aku bergegas keluar untuk membuatkannya kopi. Selesai menyeduh, kubawa segelas kopi dan beberapa potong kudapan ke dalam kamar. 

Mas Wira telah selesai mandi. Ia sedang mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil sambil bertelanjang dada. Matanya melirikku sekilas ketika melihatku masuk.

"Mau aku bantu keringkan rambutnya, Mas?" tawarku sembari meletakkan segelas kopi yang kubawa ke atas meja.

Tanpa menjawab, ia menyerahkan handuk kecilnya padaku. Aku menerimanya, namun bukan untuk mengelap rambutnya, melainkan menyampirkannya ke pundakku. 

"Duduk sini, Mas." Kutuntun tangannya dan mendudukkannya di depan meja rias yang sering kugunakan.

Aku lalu mengambil hair dryer, kemudian menyambungkannya ke colokan listrik. Setelah itu mulai mengeringkan rambut basahnya.

Kepalanya disandarkan, matanya pun terpejam, sepertinya ia menikmati apa yang sedang kulakukan pada rambutnya.

"Kamu marah setelah kubentak tadi?" tanyanya.

Aku terdiam sesaat, tidak langsung menjawabnya. Tanganku masih sibuk mengeringkan rambutnya. Sekilas kulihat dia melalui pantulan cermin, matanya masih tertutup rapat.

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang