7. Si Kaku Yang Lembut

671 23 0
                                    

Ceezzzzz!

Cezzzz!

Samar-samar telingaku mendengar sesuatu yang disemprot. Sedetik kemudian, indera penciumanku menangkap aroma yang membuat perutku terasa mual dengan tiba-tiba.

Refleks, aku pun bangkit dan langsung berlari ke arah wastafel, lalu muntah di sana.

Mas Wira bergegas menghampiriku, niatnya ingin membantu memijit tengkukku. Namun kehadirannya justru semakin memperparah rasa mual di perutku.

Tangan kiriku terangkat memberi isyarat padanya agar tak mendekat.

"Maaf ... maaf, Yessi!" ucapnya terdengar menyesal. Ia pun berjalan menjauhiku.

Aku kembali berjalan ke arah sofa selesai mengeluarkan semua isi perutku. Tubuhku rasanya lemas, namun aku lega.

"Pakai masker." Mas Wira mendekat dan menyerahkan masker untukku. Aku segera memakainya.

Tangan Mas Wira terulur mengusap perutku. Mendadak tubuhku seperti tersengat aliran listrik yang membuatku menegang selama beberapa detik.

"Sepertinya bayinya tak suka padaku. Buktinya dia selalu menolak aroma parfumku," tuturnya.

Aku tertawa mendengarnya.

"Bukan bayinya, Mas. Tapi memang hidungku yang menolak bau parfummu."

"Kalau begitu, nanti temani aku beli parfum, ya? Kamu bisa memilihkannya untukku," ujarnya.

"Kenapa aku yang harus memilihkannya?" tanyaku heran.

"Supaya kamu bisa memilih parfum dengan aroma yang cocok dengan penciumanmu," sahutnya.

"Baiklah."

"Oh, iya. Nanti kita mampir dulu ke pasar bisa, Mas? aku harus membeli beberapa barang yang kemarin dipesan mama," lanjutku kemudian.

"Hmm, boleh. Mau sarapan dulu di hotel atau sekalian pas di pasar aja?" Mas Wira sedang menggulung lengan kemejanya hingga batas siku.

"Memangnya di pasar ada yang jual sarapan?" tanyaku.

"Banyak. Kamu tinggal pilih menu sarapan apa saja yang kamu sukai. Ada lontong sayur, pecal, nasi gurih, rawon, soto dan banyak lagi. Jajanan pasar juga banyak."

"Kamu sama sekali belum pernah ke pasar tradisional?" tanya Mas Wira.

Pertanyaannya membuatku jadi tersipu malu.

"Belum pernah. Tapi aku mau coba. Sepertinya enak ya Mas, kalau makan soto. Rasanya asem-asem pedes. Pasti seger." Belum apa-apa aku sudah membayangkan betapa lezatnya semangkuk soto dengan kucuran jeruk nipis plus sambal cabai rawit.

Mas Wira tersenyum dan mengacak rambutku.

"Siap-siap kalau gitu. Kamu bahkan belum cuci muka kan tadi? Lihat itu ada bekas air liurmu di pipi." Mas Wira berkata sembari memberi isyarat dengan menunjuk pipi kanannya sendiri.

Sontak aku langsung menutup pipi kananku dengan rasa gugup. Tanpa berkata lagi, aku pun bergegas ke kamar mandi dengan rasa malu setengah mati.

Mas Wira terkekeh melihatku. Masih terdengar suaranya samar-samar sebelum pintu kamar mandi kututup.

"Untung cantik!"

Di kamar mandi, aku baru sadar jika tengah dikerjai oleh Mas Wira.

Aku kan pakai masker!

***

Aku hanya mengekori dari belakang ketika Mas Wira sedang sibuk berbelanja. Memperhatikan caranya berbelanja, memilah barang, kemudian membayar. Suamiku ternyata sangat jago, aku salut dengan keahliannya itu.

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang