Yessiku

774 22 0
                                    


Kudapati mama yang tengah duduk santai di teras sembari membaca majalah. Ia tampak terkejut melihat kedatanganku. Mungkin heran karena aku pulang cepat hari ini.

"Mana Yessi, Ma?!" tanyaku tanpa basa-basi.

"Nggak tau. Di dalem kali,"jawab mama acuh tak acuh. Ia kembali fokus menatap majalah.

Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Tampak Bik Inah mendatangiku dengan tergopoh.

"Mas! Non Yessi nggak ada," ujarnya panik.

"Kok bisa? Mungkin di kamarnya?!" sahutku sambil bergegas menaiki anak tangga. 

Baru dua langkah, seruan Bik Inah sontak menghentikanku.

"Nggak ada, Mas! Bibik barusan ke kamar nggak ada juga. Non Yessi kabur. Tadi Rahma ngeliat Non Yessi keluar dari pintu samping." Bi Inah kembali menangis.

"Astaga! Kenapa nggak dilarang??!" Nada suaraku meninggi saking paniknya.

"Bibik juga nggak tau, Mas. Rahma cuman ngeliat sekilas tadi," jawab Bi Inah takut-takut.

"Mana Rahma?! Panggilkan dia, Bik!" titahku sambil memijat pelipis. Aku benar-benar tak menyangka jika situasinya akan jadi gawat seperti ini.

Tak lama berselang, Rahma pun datang menghadapku.

"Yessi kabur??" tanyaku.

"I-iya, Pak," sahutnya tertunduk.

"Kamu melihatnya??" Aku bertanya lagi.

Gadis yang baru beberapa bulan bekerja di rumahku itu kembali mengangguk.

"Kenapa kamu tidak mencegahnya?! Istriku sedang hamil. Kalau dia sampai kenapa-kenapa di jalan bagaimana?!!" hardikku.

"M-maaf, Pak. Saya hanya sekilas melihatnya. Tau-tau Non Yessi udah gak keliatan waktu saya samperin ke halaman samping," sahutnya lagi dengan terbata.

Dengan kesal, aku lantas berlalu dari sana dan keluar lagi menghampiri mama. 

"Mama apakan Yessi??!" todongku.

"Apaan sih kamu Wira. Dateng-dateng malah nuduh mama kayak gitu," jawabnya. Pandangan matanya tetap tertuju pada majalah yang sedang dipegangnya.

Gegas kuambil majalah itu dan mencampakkannya dengan kasar di atas meja.

"Kasar sekali kamu Wira!! Saya ini Ibu kamu. Perempuan yang udah melahirkan kamu! Sampai hati kamu berbuat kasar sama Mama?!!" hardik mama memelototkan matanya.

"Wira tanya sekali lagi sama Mama. Mama apakan Yessi? Mama hajar dia lagi, kan??!"

Mama bungkam. Raut wajahnya terlihat biasa saja. Seperti tidak merasa bersalah sama sekali.

"Wira sudah peringatkan berkali-kali sama Mama agar tidak lagi menyakiti istri Wira. Tapi masih juga Mama ulangi. Keluarga Yessi itu sudah banyak berjasa sama kita, Ma. Dia banyak membantu kita. Kalau bukan karena bantuan ayahnya Yessi, perusahaan kita pasti sudah bangkrut dari dulu-dulu. Kenapa Mama tidak juga berpikir ke arah situ??!" tambahku dengan geram.

"Dari dulu itu-itu saja yang kamu bilang. Berjasa. Berjasa. Berjasa apanya? Toh, sama aja yang kamu dapet juga barang bekas," cetus mama tak mau kalah.

"Tidak ada hubungannya dengan itu, Ma. Mau barang bekas atau bukan, pernikahan ini Wira yang menjalani, bukan Mama. Keperawanan itu bukan hal yang penting bagi Wira. Kali ini Mama sudah sangat melewati batas. Jangan terlalu ikut campur dengan rumah tangga kami!" 

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang