Akhir Dari Sebuah Kisah

1.8K 30 7
                                    

Perlahan namun pasti, kedua mataku akhirnya terbuka. Aku lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menyadari bahwa aku tengah berada di sebuah ruangan yang tampak sangat asing.

Sontak aku pun bangun dan terduduk, sembari berusaha mengingat kejadian yang telah menimpaku.

Rasa takut kembali menyergap kala kusadari kedua tanganku sudah dalam kondisi terikat.

Aku lantas berteriak meminta tolong, namun hanya suara gumaman yang berhasil keluar, mulutku disumpal kain.

'Ya Allah, siapa yang telah tega berbuat jahat terhadapku? Apa salahku sampai orang itu tega memperlakukanku seperti ini?' Batinku menjerit.
Air mataku sudah tumpah ruah saking takutnya.

Di tengah rasa keputus-asaanku, mendadak terdengar suara pintu berderit, menandakan ada orang yang akan masuk.

Seorang laki-laki berkepala plontos serta berpenampilan serba hitam telah berdiri di hadapanku. Perawakan dan gayanya persis seperti pemeran penjahat di film-film. Bibirnya yang berwarna hitam menyeringai kala menatapku. Ia lantas menghampiriku.

"Sudah sadar rupanya." Ia terkekeh sambil mengusap dagunya.

"Siapa kau?!" hardikku ketika ia membuka kain yang digunakan untuk menyumpal mulutku. Mataku memelototinya tajam.

"Sebentar lagi bos kami datang. Aku tak ada wewenang memberitahukan jati diriku kepadamu. Tugasku hanya menuruti perintahnya," sahutnya.

"Siapa bosmu?! Katakan padaku siapa yang telah memerintahmu untuk menangkapku!!" pekikku.

"Nanti kau akan tau sendiri siapa dia. Sepuluh menit lagi bos kami akan sampai di sini. Kau tunggu saja!" sahutnya tampak pongah.

"Tidakkah kalian punya hati sedikit pun??! Lihat perutku! Aku sedang hamil besar tapi kalian malah menangkapku. Kurang ajar kalian!!!" teriakku, namun lelaki plontos itu hanya berlalu meninggalkanku.

"Aaaaaaaaa!!!"

Aku menjerit sekuat tenaga. Berharap ada orang baik hati yang mendengar dan mau menolongku. Meskipun kurasa itu hanya sia-sia belaka.

Tak kuhitung lagi berapa lama aku menangis. Yang pasti, tak lama kemudian pintu kembali terdorong dari luar.

Tangisku mendadak terhenti. Berganti dengan kedua mataku yang kini terbelalak manakala melihat orang yang sangat kukenali masuk ke dalam ruangan.

"Karla?!!" Bibirku spontan menyebut namanya.

"Ya, Yessi. Aku Karla, temanmu. Kenapa? Kaget, ya?" Ia tersenyum sinis.

"Ap-apa maksudnya semua ini? Aku benar-benar nggak ngerti, Karl!" sahutku kebingungan meminta penjelasan dari sahabat karibku ini.

Lagi-lagi ia tersenyum sinis. Senyum yang dulu selalu manis untukku sekarang tidak lagi.

Karla berjalan mendekatiku, lalu berjongkok tepat di hadapanku.

"Maaf ya, Yessi. Kalau selama ini kalian merasa diteror. Tapi kamu tau nggak, kalau aku lah pelakunya. Hahaha!!!" Ia terbahak.

Aku menggeleng tak percaya.

"Bagaimana bisa?! Kenapa kamu lakukan itu? Apa salah kami?!" cecarku dengan suara bergetar. Aku masih berharap kalau ini mimpi.

Karla, dia bukan hanya teman, melainkan sahabat, bahkan sudah seperti saudaraku. Ke mana-mana kami selalu bersama, dengan kedua teman kami tentunya. Namun aku lah yang paling dekat dengan Karla.

Selain itu, ayahnya juga bekerja di perusahaan papiku, hal itu semakin menambah keakraban kami. Bahkan mami juga sudah menganggapnya sebagai putrinya sendiri.

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang