"Mas, aku numpang mobilnya ya," pinta Reni begitu kami keluar kamar.
"Mas buru-buru, ada meeting di kantor," sahut Mas Wira acuh tak acuh.
"Ish, pelit banget, sih. Kita kan searah, Mas." Reni memohon sembari mengekori Mas Wira di belakangnya.
"Tidak bisa!" jawab Mas Wira tegas sembari berjalan menuruni tangga.
Sampai di bawah, kebetulan pula ada mama yang sedang berdiri di dekat tangga. Mas Wira melewati mama begitu saja. Sementara adik perempuannya tetap membuntuti di belakangnya, bersikeras ingin menumpang mobilnya.
"Wira, antar sekalian adikmu ke sekolah dulu, dong. Kan kalian searah. Kasihan adik kamu udah telat." Mama ikut-ikutan membujuknya.
Mas Wira tak memedulikan bujukan sang mama. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya hingga ke pintu mobil. Mau tak mau mama juga terpaksa mengikutinya sampai ke teras rumah, posisinya agak jauh dari tempatku berdiri.
"Wira!" hardik mama.
Mas Wira tak jadi membuka pintu mobilnya. Ia pun berbalik badan.
"Ada apa lagi, Ma? Wira buru-buru, sebab ada meeting di kantor. Suruh Reni naik ojek ke sekolah."
"Siapa suruh punya mobil sendiri pakai ditinggal-tinggal di rumah pacar. Memangnya dia siapanya kamu? suami kamu? kalau masih sekolah itu ya sekolah aja, cari ilmu, nggak usah kecentilan pacar-pacaran segala!" sambung Mas Wira.
Kulihat raut wajah Reni berubah ingin menangis akibat perkataan kakak lelakinya. Mama sendiri hanya bisa terdiam.
Mas Wira menarik napas sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya kembali hendak memutar handle pintu mobil. Namun mendadak tidak jadi dan malah berjalan menghampiriku.
Aku sontak menatapnya penuh tanya. Ada yang ketinggalan kah?
"Tadi lupa belum salim," ucapnya sembari menyodorkan tangan di hadapanku.
Aku lantas menerima tangannya lalu menciumnya dengan perasaan kikuk. Mas Wira tersenyum sembari mengusap kepalaku. Kemudian,
cup!
"Eh!" Refleks, aku pun terbengong dengan aksinya barusan yang tiba-tiba saja mencium keningku. Wajahku sontak menghangat. Malu sekali rasanya. Terlebih Mas Wira melakukannya di depan mertua dan adik iparku.
Yah, kalau misalnya hubunganku dengan keluarga suami baik-baik saja sih tak masalah mau uwu-uwuan di depan mereka.
Barusan saja, aku mendapati raut wajah mama yang tampak tak suka melihat kemesraan kami tatkala aku meliriknya.
Mertua langka memang. Harusnya beliau senang melihat rumah tangga anaknya yang harmonis, aman, damai, dan sentosa. Bukan malah memasang wajah cemberut seperti saat sekarang ini.
"Hati-hati di rumah. Aku pergi dulu, ya?" pamit Mas Wira.
Aku mengangguk seraya tersenyum manis padanya.
"Mas juga, hati-hati kerjanya."
Setelah mengangguk, Mas Wira lalu berjalan memasuki mobilnya. Aku melambaikan tangan ketika mobil mulai berjalan. Dan baru masuk ke dalam rumah tatkala mobil Mas Wira sudah tak terlihat lagi.
"Eeeehhh! siapa yang nyuruh kamu masuk gitu aja?" Hardikan mama sontak membuat langkahku terhenti.
"Kamu ngadu ya sama Wira yang masalah kemarin?" tuduh mama.
"Nggak, Ma. Yessi nggak ngadu apa-apa sama Mas Wira," jawabku jujur.
"Bohong! kalau kamu nggak ngadu, Wira tau dari mana kalau saya habis menghajar kamu, hah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Berselimut Noda
Roman d'amourYessi harusnya menyadari jika Wira menikahinya hanya karena ingin menutupi aibnya saja. Adalah Yessi Ananda, seorang gadis cantik, baik hati serta ceria. Suatu hari ia menemukan jika dirinya tengah mengandung seorang janin. Menjadikan ayahnya yang...