Mencari Peneror

525 23 0
                                    

Masih POV Wira

"Bram!" 

Pria itu lantas menoleh ketika aku memanggilnya. Senyum sinis mengembang di salah satu sudut bibirnya ketika melihatku.

"Sudah lama tidak kelihatan, sekali ketemu udah jadi suami orang. Gimana enak teman makan teman?" sindirnya.

Rupanya ia telah mendengar kabar pernikahanku dengan Yessi. Entah dari mana dia tahu. Padahal kami tidak mengundangnya. 

"Kami dijodohkan. Aku juga tidak tau kalau jadinya akan seperti ini. Maafkan aku kalau kau tidak berkenan."

Bram membuang ludah tepat di depanku. 

"Cuih! Jelas saja aku tidak berkenan. Tak kusangka kau ternyata seorang pecundang. Pagar makan tanaman. Kau tidak pantas disebut sebagai teman!" ucapnya marah. Setelahnya ia berlalu begitu saja. 

Padahal aku ingin bertanya sesuatu mengenai Yessi. Apakah sebelum kami menikah ia pernah bertemu dengan Yessi? Aku tidak menuduh Bram yang melakukannya. Namun, setidaknya ia pasti tahu ke mana saja Yessi pergi dan dengan siapa perginya sebelum peristiwa itu terjadi.

***

"Saudari Yessi mengalami trauma hebat pasca perkosaan yang dialaminya. Jika tidak ditangani dengan benar, hal ini bisa memperburuk kondisi mentalnya. Terlebih dia sedang mengandung—"

"Tunggu, Dok." Aku cepat-cepat memangkas ucapannya.

"Yessi diperkosa?" tanyaku memastikan.

Gantian Dokter Maura yang menatapku penuh tanda tanya. 

"Apakah Anda tidak tau mengenai hal ini?" tanyanya.

Aku menggeleng pasrah. "Kami sama-sama tidak pernah membahasnya." 

Raut wajah dokter tampak tertegun  beberapa saat. Kemudian ia menjawab, 

"Baik kalau begitu. Menurut pengakuannya, saudari Yessi telah diperkosa oleh seseorang yang tidak dikenalnya dalam keadaan tidak sadar diri. Ia hanya sekilas melihat lelaki itu mengenakan topeng." 

Deg!

Betul kan, apa yang kuduga selama ini? Yessi telah diperkosa. 

Dadaku rasanya bergemuruh hebat, menahan amarah juga penyesalan. Ya, aku menyesal telah menuduhnya yang tidak-tidak. Ah, suami macam apa aku. Sakit yang diderita istriku begitu parah tapi aku malah berbuat semena-mena terhadapnya. 

Maafkan aku, Yessi ....

"Apakah itu akan berakibat fatal terhadap kondisinya, Dok? Saya takut jika istri saya kenapa-kenapa. Apakah bisa disembuhkan, Dok?" tanyaku beruntun.

"Trauma bisa sembuh. Hanya saja perlu penanganan rutin melalui terapi. Saya tadi sudah menjadwalkan terapi untuk istri Anda."

Perkataannya sempat terjeda sebentar.

"Dan saya minta agar Anda juga membantu penyembuhannya dengan cara menghiburnya. Sering-seringlah mengajaknya bicara, agar istri Anda lebih terbuka, dan insya Allah lama-kelamaan trauma yang dialaminya akan sembuh," jawabnya.

"Baik, Dok. Akan saya usahakan."

Setelah Dokter Maura selesai memberikan beberapa wejangan untukku, aku lantas pamit pulang. 

Di dalam mobil, sebentar-sebentar aku menatap Yessi yang duduk di sebelahku. Betapa kuatnya dia menahan lukanya sendirian. 

Netraku mengikuti arah pandangnya yang seolah melihat sesuatu. 

Pernikahan Berselimut NodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang