Thirty

78 9 0
                                    

"KIM MINJEONG" Suara berat seorang pria dewasa menghentikan pergerakan Winter.

Melihat siapa yang memanggilnya, reflek Winter membuang pisau yang baru saja hendak ia tusukkan pada Mark. Tangannya bergetar kuat dan pupil matanya melebar.

Kai mendesah pelan, ia berjalan tenang mendekati putri kandungnya yang selama ini sangat jarang ia perhatikan. Memandang setiap inci penampilannya membuat Kai menjambak rambutnya sendiri. Belum lagi wajah sang putri semakin tirus, tubuhnya juga sangat kurus belum lagi wajahnya yang penuh dengan tanda depresi. Kai benar - benar seorang Ayah yang pengecut.

"Maafkan Ayah nak, ini semua salah Ayah," sesal Kai, ia menggenggam lembut tangan mungil anak perempuannya yang sudah tumbuh menjadi remaja dan sebentar lagi sang anak tumbuh dewasa.

Mendengar penuturan sang Ayah, gadis bermarga Kim itu menitikkan air mata. Dadanya sesak seketika, semenjak sang Bunda meninggal. Bertahun - tahun ia sendiri, bertahun - tahun ia terasingkan. Dan bertahun-tahun pula ia menahan semua untuk disimpan sendiri.

Bahu mungilnya bergetar hebat, isakan tangisnya tak bisa ia bendung lagi. Selama ini ia munafik, sering menyakiti orang dan tertawa sendiri seakan menikmati permainannya. Dan benar kata Mark tadi, ia memang berpenyakit dan juga semakin parah dari hari ke hari. Winter menangis pilu, merasakan segala kesedihannya yang seakan tak pernah diizinkan untuk keluar begitu saja.

Direngkuh nya tubuh sang anak, mengelus lembut surai pendek Winter yang tampak di potong dengan asal dan itu membuat hati Kai semakin sesak. "Maafkan Ayah nak," Kai kembali mengulang pernyataannya. Agar sang anak mendengar secara lebih nyata.

"Hiks..... Ayah jahat," isak Winter semakin menjadi sementara orang - orang yang melihat anak dan Ayah itu seketika merasakan kesedihan di hatinya. Ternyata apa yang Winter jalani tidak seperti apa yang dilihat orang selama ini.

Secara, Winter adalah orang yang terpandang. Bagaimana tidak? Kai adalah pemilik perusahaan Kim Grup yang sangat terkenal di seantero Korea serta beberapa negara besar dimana perusahaannya dicabangkan kesana. Oleh karena itu Kai menjadi seorang yang gila kerja, hingga lupa jika ia masih memiliki tanggungjawab yaitu putri kecilnya yang semakin hari semakin kesepian.

Memang, Winter memiliki geng dan pendukung. Namun itu semua seperti tidak nyata menurut Winter. Ia seperti sudah mati kebahagiaan karena sakit yang ia rasa. Bayang - bayang masalalu tentang pembunuhan ibunya didepan mata juga masih bisa ia rasakan.

"Ayah mohon, jangan lakukan ini lagi. Ayo kita pulang, harusnya Ayah bisa menghabiskan waktu bersama putri Ayah."

"Kim Minjeong, izinkan Aku menjadi Ayah yang baik untukmu." ucapan tulus yang terlontar dari Kai membuat air mata Winter semakin turun deras. Ia kemudian menuntun sang anak menuju mobil polisi.

"Beri tahu aku dimana keluarga Karina berada," ujar Kai pada polisi Go Eun.

Wanita tegas itu menghela napas. "Karina adalah sebatang kara, orangtuanya sudah meninggal saat ia kecil. Ia bahkan dibesarkan di panti asuhan kemudian di adopsi oleh keluarga kaya yang tak bisa memiliki anak. Namun pasangan suami istri yang mengadopsinya meninggal karena kecelakaan pesawat dua tahun yang lalu," jelas polisi Go Eun panjang lebar.

"Lantas, apa yang harus anakku lakukan untuk menebus hukumannya?"

Polisi Go Eun menatap gadis bertubuh mungil disebelah Kai yang sedang melamun itu dengan nanar. "Sepertinya anakmu harus direhabilitasi dulu," gumamnya pelan agar Winter tidak mendengar.

.
.

"Kau masih marah padaku?" Suara Mark terdengar amat bersalah matanya menatap penuh permohonan agar sang kekasih tidak lama ngambek.

"Kau pikirkan saja dulu, aku lelah. Kau pulang saja sana."

BLAAARRRR

Gissele menutup pintu rumahnya sangat keras hingga pria bernama asli Lee Minhyung atau yang sering dipanggil Mark itu mengelus dadanya sendiri. Sebersalah itukah dia? Sampai Gissele tampak tidak mood dan murka.

Mungkin gadisnya sedang butuh waktu sendiri. Ia menangis berjam - jam saat peristiwa tadi. Akhirnya Mark berjalan memasuki mobilnya, mulai menyetir meninggalkan pekarangan rumah Gissele.

Ternyata sang gadis masih mengintip melalui celah gorden ruang tamunya. Ia mendengus kesal, moodnya semakin turun. "Dia bahkan tidak mau mengejarku atau menggedor pintu sembari menangis. Aish, dasar tidak peka." ungkapnya kesal menghentak - hentakkan kaki berjalan menuju kamarnya.

"Kim Minjeong telah diamankan oleh ayahnya dan pihak polisi," lapor seorang polisi didepan rumah Jiya.

Sang Mama mengelus dadanya lega, kaki jenjangnya berjalan menuju kamar putri kesayangannya. Tersenyum melihat Kim Jiya terlelap di atas ranjangnya yang nyaman. Perlahan Mama mendekat tanpa membuat kebrisikan dahinya berkerut mendapati air mata yang mengering di sekitar pipi sang anak. Matanya juga terlihat sedikit sembab.

"Apa yang kau tangisi nak?" gumam sang Mama sembari menyelimuti seluruh tubuh Jiya. Mengingat udara malam sangat dingin apalagi kamar Jiya banyak kacanya membuat udara berkali lipat menjadi dingin.

.
.
.

"Syukurlah, keadaan ibu Anda semakin membaik. Besok sudah bisa dibawa pulang." Mendengar penuturan sang dokter pria tampan itu menarik senyuman senangnya. Ia sangat senang karena ibunya bisa sembuh dari kecelakaan yang cukup parah.

Melihat sang ibu yang sedang membaca buku diatas ranjang Jaemin mendekati sang ibu dan langsung memeluknya erat. Sang ibu kebingungan sendiri, mendapati sang putra yang memeluknya tiba - tiba sambil menangis kecil.

Menepuk satu kali punggung Jaemin sang ibu mengeluarkan wajah bingung sekaligus khawatir. "Jaemin Na, kau kenapa? Apa yang terjadi nak?" tanya sang ibu kebingungan.

Jaemin melonggarkan pelukannya perlahan, wajah tampan yang sangat manis itu tersenyum bahagia. "Aku sangat senang, akhirnya Mama dibolehkan pulang besok," ungkapnya girang dengan bekas air mata.

Mendengarnya, Mama Jaemin tertawa cukup keras. Menarik hidung sang putra hingga Jaemin mengaduh. "Dasar, kenapa harus menangis?" kekehnya menangkup kedua pipi sang putra. Betapa beruntung dirinya memiliki anak seperti Jaemin.

"Jika saja Ayah masih hidup, ia pasti sangat senang memiliki anak yang baik dan tampan sepertimu Na." Sang Ibu terisak setelah mengingat mendiang sang Ayah. Jaemin tau, betapa cintanya sang Mama pada Ayahnya hingga dirinya tidak mau menikah lagi.

🐰

"Lihat ini, anakmu bekerja sama dengan pembunuh bayaran Amerika untuk mencelakai Ibunya Na Jaemin."

Kai memijat pelipisnya, ia bahkan tidak tahu jika Winter melampiaskan kesepian dan kesedihannya dengan sebuah obsesi. Ia akui memang, Winter kurang mendapat kasih sayang seorang ayah.

"Keputusan hukuman ini hanya bisa ditentukan oleh Ibunya Jaemin, jika ia tidak terima dan ingin anakmu dijatuhi hukuman maka waktunya dipenjara akan semakin lama." tutur polisi Go Eun.

Mata Kai berkaca, kala melihat sang putri yang duduk di pojokan ruangan kecil sel penjara. Demi menataati peraturan dan hukuman yang berlaku sang anak harus merasakan hukuman penjara selama 15 tahun. Sejujurnya ia ingin menyogok pihak polisi namun itu tidak benar.

"Ayah," Winter terisak kecil mendekati sang Ayah yang ada diluar penjaranya. Namun yang bisa ia lakukan hanya terdiam memandangi ayahnya dari dalam jeruji besi tersebut.

Mata Kai memanas, ia menggenggam tangan mungil sang anak. Berucap maaf sebanyak yang bisa ia katakan. "Maafkan Ayah, Winter."

Putri kecilnya yang jelita menggeleng. "Ini bukan salah Ayah, ini salah Winter sendiri. Jadi, biar Winter terima hukumannya sampai waktu yang telah ditentukan."

"Ayah akan sering menjengukmu."

Are you sure?





Are You Sure? || FF NCT NA JAEMIN || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang