Twenty Two

71 9 5
                                    

Angin berhembus membuat dedaunan yang ada di jalanan berserakan. Hembusan napas terdengar dari mulut manis seorang pria tampan. Wajahnya masih menunduk menatap sebuah gundukan tanah dengan keramik sebagai pengokoh tempat tersebut.

Jaemin tersenyum menatap makam sang ayah, ia letakkan sebuah bucket bunga indah di makan sang ayah. Menghela napas sembari memejamkan mata mengucapkan serangkaian doa tulus di dalam hatinya.

"Aku merindukanmu, ayah." Perlahan mata indah Jaemin terbuka ia melihat sekeliling memastikan lingkungan pemakaman ini benar - benar sepi. Selanjutnya tetes air mata mulai berjatuhan dari pelupuk matanya yang indah.

Sekuat - kuatnya pria itu, ia sangat membutuhkan sosok ayah dalam hidupnya. Sebenarnya pria itu rapuh, namun ia mencoba untuk selalu tersenyum dan kuat dalam menjalani hari - harinya. Ia masih bersyukur kepada Tuhan karena mamanya masih ada. Andai saja Ayahnya masih hidup mungkin hidupnya akan semakin lengkap.

Namun Jaemin tidak boleh egois, karena didunia ini tidak ada yang sempurna. Termasuk hidup seseorang. Meski terlihat sempurna di mata orang lain, mereka tidak tahu bagaimana orang yang tampak sempurna itu menjalani kehidupannya.

Setelah mengusap makam sang ayah perlahan Jaemin bangkit dari posisi bersimpuhnya. Sepoi angin berhembus pelan menyejukkan suasana disekelilingnya.

Hingga pandangan Jaemin menangkap sosok pria yang berdiri tak begitu jauh dari tempatnya. Pria dewasa itu mendekat dengan senyum ramah menyapa sang arjuna yang masih memandangnya dengan tatapan bingung.

"Na Jaemin ya?" Satu kata yang meluncur dari pria itu.

Jaemin mengangguk, ia membungkukkan badan 45° sebagai tanda hormat pada pria dewasa dengan senyuman yang tampan menawan itu. Mendekati Jaemin pria dewasa itu memegang kedua pundak pria remaja dengan perangai sopan.

"Selamat pagi tuan," sapa ramah Jaemin dibalas kekehan oleh Baekhyun.

"Tidak usah terlalu formal nak, panggil aku ayah." Mendengar penuturan Baekhyun hati Jaemin terasa hangat. Ada sisi bahagia tersendiri di lubuk hatinya. Karena jujur saja, dari kecil ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah.

"Baiklah A... Ayah," rasanya canggung tak pernah sekalipun Jaemin menyebut nama ayah seutuhnya dalam hidupnya. Hanya terisak dalam kediaman sembari bergumam. Didalam relung hatinya, ada keinginan Jaemin untuk menjadi ayah yang baik dan selalu ada untuk anaknya besok. Pokoknya sang anak tidak boleh merasakan nasib menyedihkan yang ia rasakan dalam hidupnya. Yaitu hidup tanpa ayah.

🐰

"Jadi, apa kau serius dengan anakku?" Baekhyun mengaduk kopi panasnya sembari menatap pemandangan sawah luas yang ada di depan matanya. Kawasan pemakaman memang terletak di sebuah desa dimana desa tersebut menyediakan banyak wisata terutama bagi penikmat kopi seperti Jaemin dan Baekhyun.

Pria remaja yang tengah menikmati americano favoritnya itu tersenyum manis. Kepalanya mengangguk dua kali menatap pria dewasa yang ada di sebelahnya. Sementara pemandangan depannya sawah indah yang luas dan hijau. Mata Jaemin menyapu pemandangan didepannya, setelahnya ia tersenyum memikirkan sosok yang dimaksud pria dewasa disampingnya.

Kekehan Baekhyun terdengar, bahunya sedikit naik turun seperti tertawa namun tertahan. "Kenapa Jaemin? Kenapa harus anakku? Ada alasannya?"

Mengulum senyumnya Jaemin menghela napas pelan. Ia kembali mengaduk americanonya dengan tampilan super hitam dan kental. "Alasan? Hmmm? Sepertinya aku tidak memiliki alasan apapun ayah."

"Aku mencintai Kim Jiya, sangat mencintainya. Bahkan tidak ada perempuan lain dihatiku selain mamaku sendiri dan putri anda, Ayah."

Tulus, perkataan Jaemin terdengar sangat bersungguh-sungguh dalam pendengaran dan pencermatan Baekhyun. Selama ini juga belum pernah ada yang menyatakan cinta pada putri bungsunya.

Kembali, senyuman tampan itu mengembang menatap lekat sorot mata di sebelahnya. Seorang pria remaja dengan wajah tampan dan juga manis. "Jika kau serius dengan anakku, maka setelah ini langsung nikahi dia ya."

Melebarkan mata jantung Jaemin hampir saja mencelos. Semudah itu Baekhyun mengatakannya? Apakah itu artinya sang Ayah menerimanya sebagai menantu? Jaemin tak bisa berkata. Ia diam seribu bahasa, pikirannya berkecamuk hatinya serasa ingin meledak seperti ada jutaan confetti yang siap dihamburkan.

"Kenapa nak? Kau kaget?" Baekhyun terkekeh seraya menggelengkan kepala, ia tepuk pelan pundak Jaemin. "Aku serius nak, aku bukan tipe Ayah yang mengizinkan anaknya berlama - lama pacaran. Bukankah itu tidak baik?"

Deg.

Rekaman ulang kejadian yang selama ini di alami Jaemin terbayang di otaknya. Saat ia mencium anak dari pria dewasa disampingnya itu. Saat ia tidak bisa mengontrol rasa cintanya, seakan napsunya menggebu. Jaemin menggelengkan kepala, mencoba menyadarkan pikirannya.

"Kau tahu maksudku kan?" Seakan cenayang Baekhyun menyeringai dibalas anggukan kaku dari Jaemin. Selanjutnya, keduanya tertawa. Entah mengapa pemikiran lelaki selalu bisa satu frekuensi.

"Sebelumnya, terimakasih Ayah." Jaemin menyeka air matanya membuat Baekhyun mengalihkan pandangan sepenuhnya pada pria remaja itu. Di pegangnya kedua bahu sang remaja ditepuknya dua kali.

"Ayah tau, bagaimana perasaanmu. Ayah tau, bagaimana hidupmu selama ini Na Jaemin. Karena dulu Ayah adalah sahabat dari Ayah kandungmu."

"Na Jaehoon pasti sangat bangga, putranya telah bertumbuh dengan sangat baik."

Air mata Jaemin kembali mengalir, ia memeluk erat Baekhyun seperti Ayah kandungnya sendiri.

🐰

"Mama, tadi Papa kemana?" Bingung Jiya mengedarkan pandangannya ke penjuru arah tak didapati sang papa dirumah megahnya itu.

Sang mama masih sibuk menyiapkan makan malam. "Papa tadi pamit pergi, mengunjungi makam sahabatnya."

Mama tersenyum menatap putri bungsunya. "Ayo sini duduk, makanan sebentar lagi siap. Oh iya, panggil Kak Jungwoo."

Terlihat di ujung sana Jungwoo berkutat dengan kertas - kertas dan laptopnya. Raut wajahnya sangat serius membuat sang adik tersenyum segera mendekatinya.

"Kakak, ayo makan malam dulu. Menyusun skripsinya di lanjutkan nanti." Tangan Jiya menggenggam lengan Jungwoo. Pria itu menoleh dengan tatapan lelahnya, kantung matanya tampak sedikit menghitam dan wajahnya tidak ceria seperti biasanya. Kim Jungwoo tersenyum mengiyakan sang Adik.

Sedikit sempoyongan ia berjalan. Sang Adik yang peka merangkul pundaknya menuntunnya menuju dapur.

"Astagaaa, Jungwoo Mama kenapa selemas ini?" Taeyeon mendekati Jungwoo dielusnya rambut atas sang anak dengan sayang.

Jungwoo menghela napas. "Skripsinya memusingkan ma," keluhnya mengundang kekehan dari dua orang wanita berharga dalam hidupnya mama dan adiknya. Asli, Jungwoo persis seperti anak TK yang merajuk.

"Semangatt Kim Jungwoo, kau pasti bisa. Ada kami, yang akan selalu mendukungmu. Sesekali cari tempat lain untuk membuka inspirasi. Oke?"

Mendengar penuturan lembut sang mama semangat Jungwoo seperti tercharge kembali. Dengan lahap ia segera menyendokkan makanan masuk kedalam mulutnya. Pria bermarga Kim itu sungguh bersyukur kepada Tuhan. Meskipun ia jomblo namun keluarganya selalu menguatkannya.

Are you sure?





Are You Sure? || FF NCT NA JAEMIN || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang