Chapter 16

46.1K 4.1K 406
                                    

Selamat membaca 😁

"Untungnya buat aku apa kalau aku hanya pura-pura perhatian dengan kamu, hem?" sahut Richard.

"Aku bersikap begini karena memang aku ingin, bukan karena paksaan," imbuhnya.

"Kalau memang ini bukan sandiwara, kenapa baru sekarang? Kenapa harus nunggu papa nyuruh kita pergi ke Prancis dulu baru kamu perhatian dengan aku? Kenapa tidak dari dulu kamu begini?" balas Jean.

"Karena dulu aku masih belum bisa menerima kehadiran kamu," jawab Richard.

"Sekarang pun kamu juga masih belum bisa, kan?" sahut Jean.

"Tapi tidak separah dulu," ujar Richard.

"Sudah, ya? Kita tidak perlu membicarakan hal itu lagi. Aku tidak ingin kita ribut," sambungnya.

"Karena tujuan kita datang ke Prancis untuk liburan dan bersenang-senang, bukan untuk bertengkar. Jadi aku harap selama kita di sini, jangan membahas hal-hal yang akan memicu pertengkaran," sambungnya.

"Kalau kamu mau aku tetap bersikap seperti ini, aku akan melakukannya sesuai permintaan kamu."

Jean tidak memberikan tanggapan apa pun.

Richard mengulurkan tangan dan membelai wajah Jean dengan sentuhan lembut. "Mulai sekarang, aku akan mulai memperhatikan kamu. Bahkan setelah kita pulang ke Indo, aku akan tetap memperlakukan kamu seperti istri aku," tuturnya dengan nada suara halus.

Jean menatap netra Richard lurus tanpa ekspresi. Sedangkan Richard segera membawa Jean ke pelukannya dan membelai rambut Jean untuk menenangkan wanita itu.

Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya kembali ke hotel setelah selesai makan malam sembari melihat pemandangan malam di sekitar sungai Seine.

Dan setibanya di hotel, Jean segera membersihkan diri sebelum tidur. Selepas Jean selesai, giliran Richard yang masuk ke dalam kamar mandi.

Di saat Richard mandi, Jean mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil di depan cermin. Meskipun memakan waktu yang cukup lama, namun Jean lebih memilih mengeringkan rambutnya dengan handuk dibandingkan hair dryer.

Selain karena dia tidak suka hawa panas dari hair dryer, dia juga tidak ingin rambutnya rusak dan kering jika terus menerus menggunakan mesin pengering rambut.

Sesaat kemudian, Richard keluar dari kamar mandi. Sedangkan Jean masih berdiri di depan cermin dan sibuk dengan rambutnya yang masih sedikit basah.

Richard berjalan ke arah Jean dengan hanya memakai handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Jean terdiam ketika Richard tiba-tiba memeluknya dari belakang. Wajahnya tidak memasang ekspresi apa pun.

Namun sedetik kemudian, tubuh Jean menegang saat Richard perlahan memberikan kecupan di pundak serta lehernya.

Richard lalu membalik tubuh Jean dan semakin mendekatkan wajahnya ke arah Jean. Tetapi saat bibirnya hampir bersentuhan dengan bibir Jean, wanita itu justru langsung menghindar dan membuang wajah ke arah lain.

Richard tertegun. "Kamu tidak mau?"

Jean mendorong tubuh Richard pelan. "Aku capek, mau tidur," ucapnya berjalan menuju ranjang.

Harga diri Richard sedikit terluka saat Jean menolak untuk berciuman dengannya. Dia lalu mengepalkan tangan erat dengan raut wajah seperti tengah menahan amarah.

"Kenapa tidak bicara jujur saja kalau kamu tidak mau aku sentuh?" tukas Richard tanpa menoleh ke arah Jean.

Langkah Jean tiba-tiba terhenti.

"Aku memang capek, dan malam ini aku hanya ingin istirahat," sahut Jean.

"Tidak perlu mencari alasan, aku sudah tau kalau kamu tidak mau berhubungan dengan aku," pungkas Richard dingin.

Jean memutar tubuh dan menghadap ke arah Richard. "Apa ini alasan kenapa kamu bersikap baik selama kita di sini?" tukasnya dengan wajah lurus ke depan.

Richard tidak menjawab.

"Kamu hanya ingin tidur dengan aku, kan? Itu kenapa kamu tiba-tiba menjadi baik. Karena memang ada sesuatu yang kamu inginkan dari aku," ujar Jean.

"Kalau tidak ada yang kamu incar, tidak mungkin kamu akan memperlakukan aku dengan hangat."

"Sekarang aku tau, kenapa sebelumnya kamu meminta aku berperan sebagai istri sungguhan saat kita liburan di sini. Ternyata ini tujuan kamu?"

"Papa yang mendesak kita untuk segera memiliki anak. Dan aku hanya menuruti ucapan papa, apa aku salah?" balas Richard berusaha membela diri.

"Tidak, kamu tidak pernah salah. Semua yang kamu lakukan selalu benar. Aku saja yang tidak pernah mengerti kamu," sindir Jean sinis.

"Bahkan, kamu selingkuh pun itu juga salah aku. Karena aku tidak bisa menjadi istri yang baik untuk kamu," lanjutnya menatap netra Richard dalam.

"Kalau kamu sadar kamu bukan istri yang baik, seharusnya kamu berubah," pungkas Richard lugas.

"Apa yang harus aku ubah?" tanya Jean.

"Sifat kamu yang kaku, keras kepala, dan tidak bisa diatur," ketus Richard.

"Terus siapa yang akan melindungi aku kalau aku lemah dan tidak punya pendirian?" balas Jean.

"Kamu?" Jean tersenyum tipis meremehkan.

"Kalau kamu nurut dan mudah diatur, aku juga pasti akan memperlakukan kamu dengan baik. Tapi kalau kamu saja keras, gimana aku bisa lembut dengan kamu?" sahut Richard.

"Justru aku akan semakin diinjak-injak dan tidak ada harganya di mata kamu kalau aku lemah," cetus Jean.

"Itu hanya perasaan kamu saja," kata Richard.

"Asal kamu tau, perasaan wanita tidak pernah salah," ujar Jean lugas.

"Itu kenapa aku tidak pernah percaya dengan ucapan laki-laki. Karena aku tau semua itu hanyalah omong kosong," ketus Jean.

"Kamu tidak bisa menyamaratakan semua laki-laki itu sama," ucap Richard.

"Memang tidak semua laki-laki pembohong. Karena ada juga yang licik, kasar, manipulatif, tukang selingkuh, dan playing victim. Jadi, kamu termasuk golongan laki-laki yang mana?" sindir Jean.

"Manipulatif atau playing victim? Atau jangan-jangan semuanya yang tadi aku sebut?" tukas Jean sinis.

"Cukup! Kalau kamu memang tidak mau berhubungan dengan aku, it's fine. Aku juga tidak masalah, tapi tidak perlu menyudutkan aku sampai sebegitunya," maki Richard.

"Siapa yang menyudutkan? Aku hanya bertanya. Kalau kamu memang laki-laki yang baik, seharusnya kamu tidak perlu merasa tersinggung," sahut Jean tenang.

"Dan masalah anak. Memangnya kamu berniat terikat dengan pernikahan ini seumur hidup sampai kamu ingin memiliki anak dari pernikahan ini?" tukas Jean.

Richard menatap Jean datar. "Apa maksud kamu?"

"Mengingat bagaimana kamu sangat mencintai wanita itu, aku tidak yakin kamu akan terus mempertahankan pernikahan ini. Apa lagi ini hanyalah pernikahan politik, jadi tidak mungkin bisa bertahan lama. Pasti akan ada waktu di mana kamu akan menceraikan aku dan menikahi wanita itu," jawab Jean seketika membuat Richard membisu.

Jean tersenyum hambar. "Padahal aku hanya asal bicara, tapi melihat reaksi kamu sepertinya tebakan aku memang benar."

"Kalau memang seperti itu, kita tidak perlu memiliki anak hanya untuk menyenangkan orang tua kamu. Karena buat apa punya anak kalau ujung-ujungnya kita akan berpisah?"

Richard tidak memberikan balasan apa pun. Dia tampak seperti bimbang dan tidak tau harus berjalan ke arah mana.

TBC.

Pernikahan Politik ✓[TAMAT-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang