"Carma," panggil seorang pria yang berada di luar kamar. Suara yang sangat ia kenali.
Adeus masih berada di dalam kamar jika ada yang melihat dewa api mungkin para dewa akan berpikir yang tidak-tidak.
Pria itu lansung memasuki kamar Carma tanpa permisi dan melihat dewa api yang masih disana. Rahangnya lansung mengeras ketika melihat dewa api.
"Apa yang kalian lakukan disini?!" Tanya Lorenzo dengan nada tinggi.
"Ini tidak seperti yang kau bayangkan," Carma berusaha menjelaskan.
"BERLUTUTLAH!" Perintah Lorenzo dan tidak ingin mendengar penjelasan apapun.
"Ta-tapi ini tidak seperti yang kau kira." Carma berusaha membela dirinya sendiri.
"Aku tidak mengulang perkataanku," tegas Lorenzo.
Carma sangat ingin menolak, tapi ia tidak berani. Di alam dewa berlutut berarti mengakui kesalahannya dan dianggap sebagai hal yang sangat memalukan.
Perlahan-lahan kaki Carma mulai turun tapi ditahan oleh Adeus. "Jangan berlutut apapun yang terjadi,"
"AKU MENYURUHMU BERLUTUT," Tegas Lorenzo sekali lagi.
Carma mengepal tangannya dengan erat dan berlutut di hadapan dewa laut. "Keluarlah, Adeus. Ini tidak ada hubungannya denganmu," ucap Carma yang tidak ingin melibatkan dewa api.
Adeus masih berdiri tegak, bola matanya berubah menjadi merah dan ingin segera melampiaskan kekuatannya.
"Aku mohon padamu, Adeus. Aku tidak ingin masalah ini semakin besar. Jadi, kumohon." Mohon Carma dengan sungguh-sungguh yang akhirnya dituruti oleh dewa api dengan wajah terpaksa.
"Apa kau tau dimana letak kesalahanmu?" Tanya Lorenzo menatap kearah Carma dengan penuh amarah.
"Aku tidak bersalah," jawab Carma yang menundukan kepalanya tidak ingin membuat Lorenzo khawatir dengam wajah pucatnya. Walaupun ia tidak yakin Lorenzo akan mengkhawatirkannya.
Bahunya masih terasa sangat sakit ditambah ia sedang berlutut. Posisi seperti ini sangatlah tidak nyaman.
"Berlututlah sampai kau mengakui kesalahanmu."
"Bagaimana aku mengakui kesalahanku? Aku tidak melakukan sesuatu yang bisa dikatakan kesalahan."
Kali ini Carma teguh terhadap pendiriannya. Ia benar-benar tidak melakukan apapun tapi suaminya hanya menginginkan jawaban yang ingin ia dengar.
"Jelas-jelas kalian hanya berdua dikamar."
"Aku tidak melakukan apapun." Bantah Carma berulang kali dan mengatakan hal yang sama.
"Kalau begitu berlututlah sampai kau mengakui kesalahanmu." Ucap Lorenzo sambil berjalan pergi dengan wajah yang penuh amarah.
Tapi, langkahnya terhenti ketika mendengar pertanyaan dari Carma. "Apakah berduaan dikamar adalah hal yang salah? Lalu, bagimana denganmu dan dewi bulan?"
Lorenzo mengepal tangannya lalu menoleh. "Sekarang kau ingin menyalahkanku dan menyamakanku denganmu?" Tanya Lorenzo kembali.
Carma mengeleng, ia masih menundukan kepalanya sambil menangis dalam diam. "Maafkan aku, tidak seharusnya aku mengatakan hal itu."
Dewa laut lansung keluar dari kamarnya tanpa mengatakan apapun. "Maaf, karena aku menyuruhmu berlutut. Tapi, aku harus melakukan ini demimu." Batin Lorenzo.
******
Tujuh jam telah berlalu, Carma masih berlutut sambil menahan rasa sakit yang ada di kedua lutut dan bahunya. Keringat dingin terus keluar dari pelipisnya, ia sudah tidak sanggup dan akhirnya terjatuh. Air matanya terus mengalir tanpa henti, hatinya terasa sakit bagaikan ditusuk oleh ribuan pedang.
"Kenapa kau tidak pernah peduli dan perhatian padaku? Apakah karena aku dijuluki sebagai dewi pembawa malapetaka? Aku juga menyalahkan diriku sendiri karena terlahir seperti ini. Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai dan saling mencintai. Aku hanya ingin dicintai, tapi rasanya sangat sulit sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
C A R M A
FantasyMereka memanggilku Carma si dewi polos dan lemah yang mendatangkan malapetaka. Kenyataannya aku hanya seorang dewi yang ingin diperhatikan oleh semua orang, tapi itu terlalu sulit untukku yang tidak dicintai oleh siapapun ini. Karena itulah aku memu...