Kafetaria siaga 1
Suara nyaring dan sumbang beradu menjadi huru-hara yang menyiksa telinga. Semua siswa yang masih antre dengan nampan mereka masing-masing berseru frustrasi saat seseorang di baris paling depan mengatakan bahwa menu favorit hampir satu sekolah itu tidak tersedia, yaitu ayam goreng saus barbeque.
Kegaduhan tak sampai di situ saja. Beberapa siswa mulai berang dengan melempar kasar nampan aluminium ke lantai. Ada yang hanya menggerutu pasrah dan sisanya terpaksa menelan menu yang ada meski kerongkongan mereka menolak.
Di sudut ruangan, para murid beasiswa bergosip ria.
Salah satu siswi menggeleng lembut. "Etika sudah mulai punah."
Meja itu kemudian dipenuhi gelak tawa. Para anak jalur prestasi yang rata-rata berasal dari kalangan biasa tentu tak punya waktu hanya untuk protes dengan menu makanan.
Gadis di sebelahnya mengangkat sepotong kentang. "Mungkin mereka akan gatal-gatal jika makan kentang goreng ini."
"Definisi kaya tapi menyusahkan diri sendiri," timpal yang lainnya.
.
Ucapan Aiza di auditorium minggu lalu terbukti.
"Mereka gila." Jia menggulung mi goreng dengan garpunya. "Aku rasa koki kafetaria tidak boleh absen satu kali saja agar mereka tidak merengek."
"Separuh siswa sekolah ini memang gila." Sammy menyetujui.
"Mungkin kita juga akan gila," tambah Aiza.
Sudut bibir Fath terangkat tanpa terasa. Menangkup dagunya nyaman dengan tatapan terhipnotis pada suatu benda. "Tetap tenang dan makan dengan anggun tanpa banyak tingkah. Sempurna."
Semua orang di meja tahu siapa yang dimaksud oleh Fath.
Aiza tampak memantau ke sekeliling kafetaria. Melacak sesuatu.
Bagai disihir, atmosfer kapal pecah itu mendadak meredam kala seorang laki-laki jangkung muncul dari balik pintu masuk. Mirip pengendali waktu, aktivitas orang-orang di meja yang baru ia lewati otomatis terhenti. Dan begitu seterusnya seperti aliran.
Ini selalu terjadi, tapi dulu Aiza tak pernah sepeduli itu. Namun, kali ini Aiza memperhatikan lekat-lekat. Ia harus mengakui bahwa garis wajah serta sorot mata di bawah alis tegas itu adalah kunci karisma Zahi. Dia sudah terlahir dengan aura Alpha yang memberi pengaruh kuat–persis seperti ayahnya, pak Arfan yang dari dulu Aiza kagumi bahkan ketika hanya sedang keluar dari pintu mobil.
Aiza menggeleng cepat. Mereka tidak sama! Anaknya adalah spesies yang berbeda.
Sebagian siswa kembali ke kehidupan nyata. Akan tetapi tak sedikit yang masih mengawasi Zahi hingga ia sampai di meja menu. Tak ada yang tahu lauk apa yang ia pilih sebab tertutup oleh punggung atletis-nya.
Tebakan mereka berempat benar. Zahi menghampiri dan duduk di meja mereka. Agaknya Zahi memang menganggap mereka temannya.
Fath batuk tertahan. "Apa sebutan yang bagus untuk orang yang tidak membalas pesan dan tidak menerima panggilanmu?"
Jia menyeletuk, "Mr. Busy-all-the-time."
"Kami bertanding catur kemarin."
"Kami?"
"Dengan ayahku." Zahi memainkan makanannya. "Kami punya peraturan ketika bertanding, yaitu tidak boleh mengecek ponsel masing-masing."
"Aish!" Fath menahan umpatannya. "Bagaimana bisa kalian bermain bersama sementara sekolah kita nyaris menjadi abu."
KAMU SEDANG MEMBACA
CONSEMA
Mystery / ThrillerDemi lebih dekat dengan siswanya, SMA Noesantara akan menyeleksi konselor muda dari kalangan siswa tiap tahunnya, yang dikenal dengan 'Consema'. Insiden beberapa tahun silam kembali menyapa. Reputasi sekolah memburuk setelah berita seorang siswi bu...