"Selamat! Tidak ada yang remedial." Bu Hanin mengedarkan pandangannya. "Pertahankan jika kalian masih ingin di sini!"Semua orang kompak mematuhi.
Tilikan tajam dari balik kacamata Bu Hanin sukses membuat ciut nyali muridnya. "Kelas terbuka selanjutnya akan dimulai minggu depan. Perwakilan dosen dari beberapa universitas juga akan datang." Dia mulai berjalan ke deretan meja siswa. "Beda dari sebelumnya, kelas terbuka kali ini akan di siarkan secara langsung oleh stasiun televisi pendidikan. Dan mungkin saja akan diberitakan oleh TV lain."
Sebetulnya mereka semua sudah tahu tentang itu, tapi karena disampaikan langsung oleh Bu Hanin, makna kalimat itu terasa jauh lebih mendebarkan.
"Jadi kalian pasti tahu apa yang harus dilakukan ...." Guru paruh baya itu menjeda ucapannya. "Lebih fokuslah dalam belajar."
Mereka kembali serentak menyanggupi kata-kata wali kelas mereka.
Bu Hanin kembali ke depan kelas. Merapikan sebentar kertas-kertas di atas meja. "Ketua kelas, silakan bagikan nilai ulangan kemarin."
Aiza mengangguk sekaligus berdiri. Kemudian melaju ke depan meja guru. Setelah Aiza menerima lembaran kertas ulangan itu, wali kelasnya lalu melangkah meninggalkan ruangan. Suara ketukan dari hak sepatunya terdengar lantang karena belasan orang di sana masih tak ada yang berkutik. Tak hanya kelas mayor, bahkan satu sekolah tahu bagaimana ngerinya didikan Bu Hanin. Meski memiliki sifat dingin dan cenderung cuek, tapi beliau bisa dengan mudah tahu segala gerak-gerik kelas tersebut. Itulah mengapa dia dipercaya menjadi wali kelas mayor hingga sekarang.
Mereka masih memantau setengah badan bu Hanin di antara jendela kaca. Hingga wanita bersanggul itu benar-benar menghilang, mereka pun bernapas lega. Aiza mulai membagikan hasil ulangan satu persatu.
Seseorang berdiri. "Apa yang terjadi jika kita remedial?" Dia adalah murid pindahan dari kelas bahasa yang berhasil masuk kelas mayor dua bulan lalu.
"Jika sekali, kau dimaafkan." Rei menjawab dengan mata masih terpaku pada sebuah novel. "Jika dua kali, kau akan masuk kelas percobaan selama seminggu. Dan jika tiga kali–"
"Kau dikeluarkan ...," serobot Qilla setelah menerima nilainya dari Aiza. "... dari kelas mayor. Nilai di bawah 80 sudah cukup membuatmu remedial."
Gadis bernama Sisi menggigit bibir, lalu duduk di kursi dengan gugup. "Apa pernah terjadi hal seperti itu?" Dia tampak belum begitu paham prosedur dari kelas mayor meski sudah berada di sana.
"Pernah." Felix membuka matanya. Baru saja menghafal beberapa rumus. "Cukup sering. Bahkan dulu kelas ini tak pernah punya anggota tetap. Hampir tiap bulan ada saja siswa baru masuk dan keluar."
"Benar," sambung Suwadi. Tangannya tampak sibuk melipat kertas. "Aku adalah contoh siswa pindahan dari kelas pembuat onar, 12 IPS 3. Dulu persyaratan masuk kelas mayor tak begitu sulit. Sedangkan keuntungan yang didapatkan sangat banyak. Jadilah semua siswa berbondong-bondong untuk masuk kelas ini." Tak sampai satu menit, kertas ulangan Suwadi berubah menjadi bentuk pesawat. Dia lalu menerbangkannya ke tengah-tengah ruangan.
"Tapi sekolah tidak mau kelas mayor kehilangan sifat eksklusif-nya. Maka mulai tahun lalu, persyaratan masuk kelas mayor menjadi rumit. Ditambah banyaknya sistem baru bermunculan, jadi para siswa yang sebelumnya berminat masuk kelas mayor seketika berubah pikiran."
Aiza membuka suara, "Jangan terlalu khawatir. Kau akan baik-baik saja selama kau mengikuti setiap tata tertibnya."
Laki-laki berkacamata kotak di belakang Felix menopang dagunya. Menatap ke sumber suara. "Aku masih bingung, kenapa di antara Top 10 hanya kalian bertiga yang masuk kelas mayor?"
![](https://img.wattpad.com/cover/267062005-288-k667099.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CONSEMA
Mystery / ThrillerDemi lebih dekat dengan siswanya, SMA Noesantara akan menyeleksi konselor muda dari kalangan siswa tiap tahunnya, yang dikenal dengan 'Consema'. Insiden beberapa tahun silam kembali menyapa. Reputasi sekolah memburuk setelah berita seorang siswi bu...